Pemerintah menargetkan penerimaan pajak hingga akhir tahun ini mencapai Rp 1.198,8 triliun, tetapi realisasinya hingga Juli baru mencapai Rp 601,9 triliun. Meski demikian, Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan John Hutagaol optimistis target penerimaan pajak pada tahun ini dapat tercapai.
Ia menjelaskan, penerimaan pajak sebenarnya masih cukup baik pada awal tahun. Namun, memasuki kuartal II, pandemi mulai memberi dampak terhadap penerimaan pajak. Penerimaan pada April hingga Mei pun turun tajam tajam.
"Kalau diperhatikan sampai Maret, ekonomi masih tumbuh positif dan penerimaan pajak aman," ujar John dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (10/9).
Kendati demikian, ia melihat penerimaan pajak perlahan pulih pada awal paruh kedua tahun ini seiring pemberlakukan adaptasi kebiasaan baru. Apalagi, pihaknya telah memperluas basis pajak di sektor digital.
Sektor teknologi, informasi, dan komunikasi dapat menjadi penopang penerimaan pajak tahun ini. Pasalnaya, sektor digital menjadi salah satu sektor yang hampir tak terdampak pandemi Covid-19. Beberapa bahkan justru mencatatkan kenaikan bisnis. Maka dari itu, pemerintah saat ini gencar memungut pemasukan dari sektor itu.
Adapun DJP kembali menunjuk 12 perusahaan digital untuk memungut pajak pertambahan nilai dari produknya. Saat ini, total sudah ada 28 perusahaan digital yang ditunjuk untuk memungut PPN.
Selain dari PPN produk digital, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance Aviliani mengatakan pemerintah bisa menambah penerimaan negara melalui bantuan sosial Covid-19. Caranya, dengan menyertakan kewajiban pencantuman nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi para penerima. "Dari NPWP nanti bisa latihan isi SPT," ujar Aviliani dalam kesempatan yang sama.
Selain berpotensi meningkatkan penerimaan, pencantuman NPWP dinilai bisa mengkategorikan kondisi ekonomi masyarakat. Hal ini mengingat data pemerintah banyak yang belum diperbarui. Namun, potensi penerimaannya belum bisa dimanfaatkan pada tahun ini, melainkan beberapa tahun kemudian.
Pengamat Pajak Institute for Development of Economics and Finance Nailul Huda mengungkapkan bahwa pemungutan PPN e-commerce atau marketplace akan berdampak siginifikan ke penerimaan negara. Alasannya, transaksi paling besar saat ini adalah transaksi di e-commerce dan marketplace.
Namun, untuk potensi pajak di media sosial seperti Twitter dan Linkedin diperkirakan tak signifikan lantraran tidak ada transaksi antar pengguna atau transaksi resmi. "Adanya hanya iklan di mana jumlahnya juga kecil dan jarang juga," kata Huda kepada Katadata.co.id, Rabu (9/9).
Dari 28 perusahaan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN, sambung Huda, sebagian besar merupakan layanan media sosial. Layanan tersebut tidak memungut fee bagi pengguna seperti Twitter, Linkedin, Facebook, Youtube Google (nonpremium) dan sebagainya.
Penerimaan pajak hingga Juli mengalami kontraksi mencapai 14,67% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kontraksi ini disebabkan perlambatan perekonomian Indonesia akibat pandemi Covid-19 dan perlambatan aktivitas ekspor-impor seiring masih lemahnya aktivitas perdagangan internasional.
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan aktivitas perekonomian terganggu. Akibatnya, target APBN diperkirakan sulit tercapai.