Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan pada Agustus 2020 surplus sebesar US$ 2,3 miliar, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$ 3,26 miliar. Penurunan surplus neraca dagang terjadi seiring kinerja impor yang meningkat dan ekspor yang menurun.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan ekspor pada Agustus tercatat US$ 13,07 miliar, turun 4,62% dibandingkan bulan sebelumnya atau 8,36% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan impor pada Agustus mencapai US$ 10,74 miliar, naik 2,65% dibandingkan bulan sebelumnya tetapi masih anjlok 24,19% dibandingkan Juli 2o19,
"Kalau ekspor dan impor digabungkan, maka terjadi surplus neraca dagang US$ 2,33 miliar. Posisi ini masih lebih tinggi dibandingkan Agustus 2019 yang surplus hanya US$ 92,6 juta. Tentu kami berharap ekspor ke depan membaik sehingga surplus meningkat dan ekonomi mulai pulih," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers, Selasa (15/9).
Suhariyanto menjelaskan, ekspor migas turun paling dalam sebesar 9,94% dibandingkan bulan sebelumnya atau 27,45% dibandingkan Juli 2019 menjadi 0,61 miliar. Sedangkan ekspor nonmigas turun 4,35% dibandingkan bulan lalu atau 7,16% dibandingkan Juli 2019 menjadi US$ 12,46 miliar.
"Ekspor nonmigas turun karena beberapa komoditas, seperti logam mulia dan perhiasan, minyak hewan dan nabati, besi dan baja, serta alas kaki," katanya.
Seluruh sektor nonmigas mencatatkan penurunan ekspor. Sektor pertanian yang beberapa bulan terakhir meningkat juga menurun sebesar 2,37% dibandingkan Juli menjadi US$ 0,34 miliar. Namun dibandingkan Juli 2019, ekspor pertanian masih tercatat tumbuh 1,04%.
"Beberapa ekspor pertanian yang mengalami penurunan yakni tanaman obat, aromatik, dan rempah-rempat. Ekspor tembakau hingga kepiting juga menurun," katanya.
Ekspor industri pengolahan juga tercatat turun 4,91% secara bulanan atau 4,52% dibandingkan Juli 2019 menjadi US$ 10,73 miliar. Ekspor sektor pertambangan juga turun 0,28% dibandingkan bulan lalu atau anjlok 24,78% menjadi US$ 1,39 miliar.
Secara kumulatif, ekspor Indonesia pada Januari-Agustus 2020 turun sebesar 6,51% menjadi US$ 103,61 miliar. Dari total ekspor tersebut, ekspor nonmigas turun 4,38% menjadi US$ 97,9 miliar.
Tiongkok masih menjadi pangsa pasar ekspor nonmigas terbesar mencapai 17,81%. Disusul Amerika Serikat sebesar 11,82%, Jepang 8,32%, India 6,28%, dan Singapura 6,04%.
Di sisi lain, Suhariyanto menjelaskan impor pada Agustus didorong oleh impor nonmigas yang naik sebesar 3,01% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 9,879 miliar. Meski dibandingkan periode yang sama tahun lalu, impor tersebut masih anjlok sebesar 21,9%. Sedangkan impor migas masih turun 0,08% dibandingkan bulan sebelumnya atau anjlok 41,75% dibandingkan Juli 2020 menjadi US$ 0,95 miliar.
Impor konsumsi naik 7,31% dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi turun 12,49% secara tahunan menjadi US$ 1,19 miliar. Impor bahan baku naik 5% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 7,75 miliar. Namun, Suhariyanto menekankan penurunan impor bahan baku secara tahunan pada Agustus 2020 yang masih mencpaai 25% perlu menjadi perhatian pemerintah.
"Beberapa barang konsumsi yang naik antara lain anggur dari Tiongkok, susu dari Selandia Baru, dan raw sugar dari India," katanya.
Sedangkan impor barang modal turun 8,81% dibandingkan bulan sebelumnya atau 27,55% secara tahunan menjadi US$ 1,79 miliar.
Secara kumulatif Januari-Agustus 2020, total impor mencapai 92,11 miliar, turun 18,06% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. "Kalau kita gabungkan ekspor dan impor secara kumulatif, neraca perdagangan tercatat surplus US$ 11,05 miliar, " katanya.
Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam sebelumnya memperkirakan ekspor bulan lalu yang diperkirakan meningkat didorong oleh permintaan negara tujuan ekspor seperti Tiongkok dan ASEAN, terutama untuk kendaraan bermotor, pakaian, dan CPO.
Di sisi lain, impor akan tumbuh didorong oleh aktivitas manufaktur dalam negeri akibat meningkatnya permintaan domestik yang tergambar dalam data PMI. Kendati demikian, pertumbuhan ekspor akan lebih tinggi dibandingkan impor sehingga neraca dagang pada bulan lalu tetap tercatat surplus.
BPS mencatat neraca perdagangan pada Juli surplus sebesar US$ 3,26 miliar, melonjak dibandingkan bulan sebelumnya US$ 1,27 miliar. Kenaikan surplus neraca perdagangan seiring ekspor yang menanjak dan impor yang turun dibandingkan bulan sebelumnya.