Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat kembali menyelipkan ketentuan terkait kewenangan pemerintah dalam pengaturan pajak dan retribusi daerah dalam Undang-undang Omnimbus Law Cipta Kerja. Pemerintah dapat menyesuaikan kebijakan pajak dan retribusi yang ditetapkan pemeirntah daerah dalam rangka kebijakan fiskal nasional untuk mendukung kemudahan investasi.
Pemerintah semula menyelipkan bab VI A terkait kebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan pajak dan distribusi dalam revisi UU tentang pajak daerah dan retribusi dalam draf UU Cipta Kerja setebal 905 halaman. Dalam pasal 156 A bab tersebut disebutkan bahwa pemerintah sesuai program prioritas nasional dapat melakukan intervensi terhadap kebijakan pajak dan retribusi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Kebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan pajak dan retribusi tersebut dapat mengubah taruf pajak dan retribusi daerah, serta melakukan pengawasan dan evaluasi peraturan daerah.
Bab VI A juga mengatur insentif fiskal daerah untuk kemudahan berusaha serta kewajiban untuk menyampaikan rancangan peraturan daerah terkait pajak dan retribusi kepada menteri dalam negeri dan menteri keuangan sebelum ditetapkan. Namun, bab tersebut dihapus dalam draf UU Cipta Kerja setebal 1.035 halaman yang muncul kemudian.
Hal ini sempat diungkapkan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu. . "Nanti akan ada juga UU yang bisa mengatur itu dalam waktu dekat, tahun depan kita lihat saja nanti," kata Febrio dalam media briefing dengan topik UU Cipta Kerja terkait Bidang Perpajakan, Senin (10/12).
Febrio menjelaskan, hubungan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang berkelanjutan. Dengan demikian, hal tersebut dilakukan bukan hanya karena adanya UU Cipta Kerja. Pemerintah saat ini terus membangun kesinambungan antara kebijakan dengan pembangunan. Untuk itu, perlu sinkronisasi pertumbuhan ekonomi nasional dengan perekonomian masing-masing daerah dalam menentukan suatu kebijakan mengenai pajak daerah.
Namun demikian, dalam draf UU Cipta Kerja terbaru setebal 812 halaman, pemerintah kembali menyelibkan bab yang mengatur kewenangan pemerintah pusat dalam mengatur pajak dan retribusi daerah itu. Hanya saja, pemerintah memperhalus bahasa yang digunakan dalam pasal 156 A dengan mengganti kata intervensi menjadi penyesuaian.
Dalam pasal 156 A yang termuat di Bab VI A kebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan pajak dan retribusi, pemerintah sesuai dengan program prioritas nasional dapat melakukan penyesuaian terhadap kebijakan pajak dan retribusi yang ditetapkan pemerintah daerah. Pasal-pasal lain yang tercantum dalam Bab VI A pun tak ada yang berubah dari draf UU Cipta Kerja sebelumnya setebal 905 halaman.
Dalam UU Cipta Kerja, menteri keuangan akan memiliki kekuasaan untuk mengevaluasi baik rancangan peraturan daerah dan perda yang sudah ada. Hasil evaluasi yang dilakukan menteri keuangan dapat berupa persetujuan atau penolakan raperda. Jika pemerintah daerah masih memberlakukan peraturan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah yang telah dicabut oleh presiden, akan dikenai sanksi penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil bagi daerah bersangkutan.
Dikonfirmasi, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo tak mengetahui adanya perubahan kata intervensi menjadi penyesuaian dalam Bab Kebijakan Fiskal Nasional yang Berkaitan dengan Pajak dan Retribusi. "Sebaiknya ditanyakan ke pembuat UU," kata Prastowo kepada Katadata.co.id, Jumat (16/10).
Prastowo menjelaskan UU Cipta Kerja memang akan mengatur penyesuian kebijakan pajak dan retribusi yang dapat dilakukan pemerintah. "Sejauh saya membaca di RUU, memang menggunakan kata penyesuaian," ujarnya.
Sementara terkait pernyataan soal Kepala BKF penghapusan revisi aturan terkait kebijakan pajak daerah tersebut, menurut Yustinus, Febrio hanya merespons dinamika yang ada.
Anggota Badan Legislasi DPR dari fraksi PDIP Hendrawan Supratikno membantah sempat ada penghapusan pasal yang mengatur perpajakan termasuk terkait kebijakan nasional dalam pajak dan retribusi daerah.
"Siapa bilang sempat dihapus? Dimulai dengan rekap daftar investasi masalah yang dibagikan di Badan Legislasi pada 3 Agustus bahwa ada susulan tentang perpajakan hingga akhirnya pada 21 September DIM dimasukkan oleh Fraksi Partai Golkar, semua masih konsisten," ujar Hendrawan kepada Katadata.co.id, Jumat (16/10)
Pengamat Pajak Institute for Development of Economics and Finance Nailul Huda mengatakan meski ada perubahan kata, pemerintah tetap dapat melakukan keinginannya untuk menetapkan tarif pajak dan tarif retribusi. "Tidak ada yang berubah walaupun kata intervensi diganti dengan kata penyesuaian," kata Nailul kepada Katadata.co.id.
Menurut dia, hak otonomi daerah seakan diambil kembali oleh pemerintah pusat. Ia mencontohkan, jika pemerintah daerah menetapkan tarif retribusi parkir sebesar X dan pemerintah pusat melakukan penyesuaian secara nasional sebesar Y, pemerintah daerah harus menetapkan tarif sebesar Y.
Maka dari itu, Nailul menilai otonomi daerah tak ada gunanya lagi dengan pengaturan kebijakan fiskal nasional itu. "Kalau menurut saya sih UU Cipta Kerja sangat kacau dan tidak ada unsur demokratis," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Ekonom BCA David Sumual menilai pasal terkait pengaturan regulasi pajak dan retribusi daerah akan menjadi angin segar bagi investor. Peraturan daerah selama ini sering menjadi keluhan pengusaha saat berinvestasi. "Ini memberikan kepastian sehingga investasi diharapkan meningkat dan ekonomi di daerah tergerak." katanya.