Perekonomian Indonesia masuk ke jurang resesi pada kuartal ketiga tahun ini. Badan Pusat Statistik mencatat produk domestik bruto minus sebesar 3,49% secara tahunan, lebih dalam dibandingkan prediksi pemerintah yang berada di rentang minus 2,9% hingga minus 1%. Namun, kontraksi ekonomi ini lebih rendah dibandingkan kuartal II 2020 yang mencapai 5,32%.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, produk domestik bruto atas dasar harga berlaku pada kuartal III 2020 sebesar Rp 3.894,7 triliun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp 2.720,6 triliun.
"Dibandingkan dengan posisi kuartal III 2019, ekonomi Indonesia terkontraksi 3,49%. Meski masih kontraksi, kondisi ini lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya dan diharapkan akan membaik pada kuartal IV" ujar Suhariyanto dalam Konferensi Pers Pengumuman PDB Kuartal III melalui streaming video, Kamis (5/11).
Meski masih terkontraksi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, ekonomi Indonesia tumbuh dibandingkan kuartal II 2020 sebesar 5,05%. Adapun kumulatif atau sepanjang Januari-September 2020, ekonomi tercatat terkontraksi atau minus dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Perekonomian di berbagai negara membaik pada kuartal ketiga dibandingkan kuartal kedua lalu meski masih tertahan akibat jumlah kasus yang masih tinggi. Ekonomi beberapa mitra dagang Indonesia masih terkontraksi meski tak sedalam pada April-Juni 2020. Hanya Tiongkok yang perekonomiannya sudah tumbuh sebesar 4,9% secara tahunan, sedangkan Amerika Serikat masih negatif 2,9%, Singapura minus 7%, dan Korea Selatan minus 1,3%.
Kontraksi terjadi pada seluruh komponen kecuali pada konsumsi pemerintah. Konsumsi pemerintah mencatatkan pertumbuhan tertinggi secara kuartalan yang mencpaai 16.93% dan menjadi satu-satunya komponen yang tumbuh secara tahunan mencapai 9,76%. Ini seiring realisasi belanja negara pada kuartal ketiga yang mencapai Rp 771,37 triliun, melesat 38% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi andalan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terpukul cukup dalam dan negatif 4,04 % dibandingkan kuartal III 2019, tetapi tumbuh positif 4,7% dibandingkan kuartal II 2020.
Konsumsi rumah tangga yang anjlok antara lain disebabkan oleh daya beli masyarakat yang masih lesu, terlihat pula dari deflasi yang terjadi tiga bulan berturut-turut pada Juli-September 2020, seperti terlihat dalam databoks.
Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, hanya konsumsi LPNRT negatif -2,12 %, investasi -6,48 %,, ekspor -10,82% dan impor -21,86%. Sementara dibandingkan kuartal lalu, investasi atau PMTB tumbuh 8,45%, ekspor tumbuh 6,14%, konsumsi LPNRT tumbuh 0,56$, sedangkan impor menjadi satu-satunya yang tercatat negatif 0,08%.
"Struktur PDB dari sisi pengeluaran tidak banyak berubah, 88,4% berasal dari konsumsi rumah tangga dan investasi, sedangkan konsumsi pemerintah sumbangannya 9,76%. Sehingga jika tiga komponen ini terganggu, tentu PDB kita masih akan rendah," jelasnya.
Suhariyanto juga mencatat dari 17 sektor ekonomi, tujuh sektor ekonomi masih tumbuh positif secara tahunan meski melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ketujuh sektor tersebut yakni pertanian, infokom, administrasi pemerintahan, jasa pendidikan, real estate, jasa kesehatan, dan pengadaan air.
"Sektor tumbuh paling tinggi adalah jasa kesehatan mencapai 15,33%, kemudian informasi dan komunikasi yang tumbuh 10,61%, dan pengadaan air tumbuh 6,04%," katanya.
Sementara 10 sektor mengalami kontraksi meski tak sedalam kuartal II 2020. Industri pengolahan minus 6,19%, akomodasi makanan minuman minus 11,86%, dan jasa perusahan negartif 7,6%.
Pengamat Ekonomi Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi menjelaskan, Indonesia kini resmi memasuki resesi pada kuartal III 2020, berdasarkan definisi resesi menurut pemerintah. Meski masih terkontraksi, kondisi perekonomian lebih baik dibandingkan kuartal kedua. "Positifnya angka pertumbuhan ekonomi secara kuartalan pada kuartal III 2020 terutama disebabkan oleh pembukaan kembali sektor-sektor perekonomian secara bertahap," ujar Eric dalam riset mingguannya yang dikutip Katadata.co.id.
Ekonom Center Of Reform on Ecconomics Yusuf Rendy Manilet menilai kontraksi yang masih terjadi pada kuartal ketiga antara lain disebabkan oleh konsumsi rumah tangga yang masih negatif secara tahunan. Hal tersebut seiring masih relatif tingginya kasus Covid-19 sepanjang kuartal III 2020.
"Terjadi perbaikan ekonomi namun sangat-sangat tipis," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Kamis (5/11)
Masih tingginya kasus membuat kelompok pendapatan atas belum leluasa dalam melakukan aktivitas ekonomi termasuk dalam melakukan konsumsi. Kelompok ini akhirnya cenderung menahan konsumsi dan memilih untuk menabung.
Di sisi lain, kinerja konsumsi pemerintah lebih baik seiring realisasi anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional dan juga realisasi kementerian/lembaga yang relatif sudah lebih baik dibandingkan kuartal II.
Sementara untuk investasi, menurut dia, masih banyak pelaku usaha yang masih enggan berekspansi pada kuartal III 2020 karena prospek ekonomi belum terlihat membaik.