Pandemi Covid-19 memukul perekonomian jatuh ke jurang resesi. Badan Pusat Statistik mencatat jumlah pengangguran pada Agustus 2020 bertambah 2,67 juta orang menjadi 9,77 juta orang atau 7,07% dari total penduduk Indonesia.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, jumlah penduduk usia kerja bertambah 2,78 juta orang menjadi 203,97 juta orang dibandingkan Agustus 2019, sedangkan angkatan kerja bertambah 2,36 juta orang menjadi 138,22 juta orang. Namun, jumlah orang yang bekerja turun 0,31 juta orang menjadi 128,45 juta orang.
"Karena ada Covid-19, pengangguran meningkat 2,67 juta orang menjadi 9,77 juta orang," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers melalui streaming video , Kamis (5/11).
Jumlah pekerja penuh turun 9,46 juta orang menjadi 82,02 juta orang. Sementara pekerja paruh waktu bertambah 4,32 juta orang menjadi 33,34 juta orang dan pekerja setengah penganggur bertambah 4,83 juta orang menjadi 13,09 juta orang.
Pekerja informal pun meningkat 4,59% menjadi 77,68 juta orang. Kini porsi tenaga kerja informal semakin mendominasi mencapai 60,47%. Sementara pekerja formal tercatat sebanyak 50,77 juta orang atau 39,53 persen.
Lebih lanjut, ia mengatakan, kenaikan tingkat pengangguran di perkotaan jauh lebih tinggi mencpaai 2,69% dibandingkan di pedesaan sebesar 0,79%. Tingkat pengangguran di perkotaan per Agustus 2020 mencapai 8,98%, sedangkan pedesaan sebesar 4,71%.
"Dampak pandemi paling memukul perkotaan dibandingkan pedesaan," ujarnya.
Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani sebelumnya menjelaskan banyak pengusaha saat ini yang hanya memiliki daya tahan dari sisi arus kas hingga Juni. PSBB transisi sebenarnya menjadi kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki kembali kondisi keuangan. Namun, Pemda DKI Jakarta sempat kembali memperkatat PSBB seiring peningkatan jumlah kasus.
Meski pemerintah saat ini telah menyiapkan program penjaminan pembiayaan korporasi, ia menduga bank akan tetap berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Perbankan kemungkinan tak akan memberikan kredit pada perusahaan yang tak memiliki prospek dari sisi permintaan. "Padahal saat ini modal kerja lebih banyak dibutuhkan untuk menutup operasional," kata Hariyadi kepada Katadata pada bulan lalu.
Di sisi lain, pengusaha juga melihat ketidakpastian yang besar setelah pengetatan kembali PSBB. Sepanjang pemerintah tak mampu mengendalikan pergerakan kasus Covid-19, banyak pengusaha yang memilih untuk mengentikan dulu operasional mereka. "Ini karena amunisi atau modal kerja mereka semakin terbatas padahal belum ada kepastian dari sisi permintaan,"katanya.
Hariyadi memperkirakan 30% tenaga kerja formal hingga akhir tahun ini akan terdampak. Sebagian besar merupakan pegawai perjanjian kerja waktu tertentu atau kontrak yang putus di tengah jalan atau tidak diperpanjang. "Fenomenanya kami lihat paling banyak adalah pegawai kontrak yang tidak diperpanjang. Tetapi 30% itu perkiraan secara keseluruhan, termasuk pekerja yang dirumahkan, pensiun dini, dan pemutusan hubungan kerja," katanya.