Penyaluran Kredit Belum Normal Tahun Depan, OJK Ramal Tumbuh 6-7%

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi. OJK memproyeksi kredit pada tahun ini hanya akan naik 6-7%.
22/12/2020, 16.05 WIB

Otoritas Jasa Keuangan memperkirakan pertumbuhan kredit 2021 masih sulit kembali ke posisi normal sebelum Covid-19. Penyaluran kredit diramal hanya akan naik 6-7% pada tahun depan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyebutkan target yang rendah tersebut karena masih akan ada kendala dalam memperhitungkan kemungkinan penurunan kredit pada tahun ini. "Target itu pun dengan asumsi berbagai program seperti restrukturisasi bisa berjalan pada tahun depan," kata Wimboh dalam dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2021, Selasa (22/12).

Ia memperkirakan sulit untuk mencapai target kredit tahun in 203i. Apalagi, mengingat banyak korporasi masih mengalami berbagai kendala terkait permintaan.

Wimboh mencatat kredit korporasi mengalami kontraksi paling dalam pada Oktober 2020 mencapai 3,35% secara tahun kalender.  Sementara itu, permintaan kredit pemerintah dan BUMN negatif 2,7%, perseorangan minus 2,42%, dan konsumsi nea1,46%. Kredit UMKM menjadi yang paling baik meski masih terkontraksi 1,43% secara tahun kalender.

Perbankan akan didorong tetap fokus kepada UMKM pada tahun depan. "Dengan juga menerapkan teknologi baik akses maupun penilaian dan juga memperluas akses bukan hanya perbankan tapi juga melalui pasar modal," ujarnya.

OJK juga memastikan retrukturisasi kredit akan diperpanjang hingga Maret 2022. Menurut Wimboh, para debitur membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih. 

Lebih optimistis, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan kredit akan tumbuh hingga 7-9% pada tahun depan. Hal tersebut bersumber dari pemulihan ekonomi Indonesia yang akan semakin baik dari segi konsumsi, investasi, dan ekspor.

Selain itu, vaksinasi akan berlangsung secara bertahap pada tahun 2021. "Ini akan memungkinkan mobilitas manusia semakin meningkat dan ekonomi semakin membaik," ujar Perry dalam kesempatan yang sama.

Sinergi kebijakan nasional juga sangat erat dalam mendukung pemulihan ekonomi tahun depan. Instrumen bank sentral sendiri terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Perry mengatakan bahwa suku bunga acuan sudah diturunkan secara agresif selama pandemi. Saat ini, bunga bank sentral telah berada di level 3,75%, terendah sepanjang sejarah.

 Ia menilai, pemangkasan bunga acuan perlu diikuti dengan penurunan suku bunga kredit perbankan. Dengan demikian, permintaan kredit bisa segera melesat.

Di sisi lain, injeksi likuiditas telah diberikan sebesar Rp 694,9 triliun atau 4,49% dari Produk Domestik Bruto. "Angka itu merupakan salah satu yang terbesar di emerging market," kata dia.

Orang nomor satu di BI tersebut menuturkan bahwa sementara ini likudiitas masih terus berputar di perbankan. Namun, diharapkan uang tersebut bisa mengalir ke sektor riil untuk mendanai dan mendukung pemulihan ekonomi.

Sebelumnya, survei perbankan memperkirakan permintaan kredit baru meningkat pada November 2020 dan akan semakin tumbuh pada  Desember 2020. Penyaluran kredit pada pada kuartal keempat tahun ini juga diramal lebih baik dibandingkan kuartal ketiga. 

Kredit yang lebih baik pada bulan ini terindikasi dari SBT perkiraan penyaluran kredit baru sebesar 52,3%, lebih tinggi dibandingkan SBT perkiraan penyaluran kredit baru November 2020 sebesar 13,5%.

Reporter: Agatha Olivia Victoria