- Neraca transaksi berjalan surplus untuk pertama kalinya selama era pemerintahan Jokowi di tengah Pandemi Covid-19.
- Hampir seluruh target ekonomi pemerintah meleset.
- Ekonomi mengalami resesi dan diproyeksi terkontraksi 2,2% hingga akhir tahun.
Akhir tahun lalu, Presiden Joko Widodo sibuk memerintahkan para menterinya untuk menyelesaikan penyakit menahun yang dihadapi ekonomi Indonesia yakni defisit transaksi berjalan. Banyak rapat digelar hingga awal 2019 untuk memastikan langkah-langkah yang disiapkan pemerintah mampu menyelesaikannya dalam tiga hingga empat tahun ke depan.
"Kalau neraca transaksi berjalan kita sudah positif, saat itulah kita betul-betul baru merdeka,” kata Jokowi saat membuka Rapat Kerja Kepala Perwakilan Indonesia dengan Kementerian Luar Negeri di Istana Negara pada Januari lalu.
Neraca perdagangan pada tahun lalu defisit mencapai US$ 3,2 miliar, meski sudah turun dibandingkan 2018 yang defisit US$ 8,57 miliar. Akibatnya, neraca transaksi berjalan defisit hingga US$ 30,4 miliar atau 2,72% terhadap PDB. Defisit ini hanya turun tipis dibandingkan 2018 yang mencapai US$ 31,1 miliar atau 2,94% terhadap PDB
Namun, pandemi Covid-19 mengubah kondisi. Target Jokowi terealisasi kurang dari satu tahun. Neraca transaksi berjalan surplus untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun terakhir.
Surplus pada neraca transaksi berjalan terutam didorong oleh suprlus besar pada meraca perdagangan. Sepanjang Januari hingga November 2020, surplus perdagangan mencapai US$ 19,66 miliar. Meski ekspor semakin membaik memasuki pengujung tahun, impor yang anjlok menjadi penyebab utama dibalik surplus tersebut.
Secara kumulatif, total impor sepanjang Januari-November 2020 mencapai US$ 127,13 miliar, anjlok 18,91% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara ekspor secara kumulatif mencapai US$ 146,78 miliar, turun 4,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Bank Indonesia memproyeksi ekspor dan impor akan semakin membaii di pengujung tahun dan berlanjut pada tahun depan. Defisit transaksi berjalan bakal berada di bawah 1,5% terhadap PDB pada sepanjang tahun ini, sedangkan pada tahun depan di rentang 1% hingga 2% terhadap PDB.
Cadangan devisa juga berhasil mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada Juli dan Agustus berkat kenaikan selama lima bulan berturut-turut.
Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam mengatakan, surplus neraca perdagangan dan transaksi berjalan, serta cadangan devisa yang meningkat merupakan bonus di tengah pandemi, bukan merupakan hasil dari kinerja pemerintah dan BI. Surplus neraca perdagangan dan transaksi berjalan lebih disebabkan impor yang turun akibat pandemi, sedangkan ekspor membaik akibat kenaikan harga komoditas.
Peningkatan cadangan devisa terjadi karena besarnya Utang Luar Negeri pemerintah untuk membiayai program Pemulihan Ekonomi Nasional. Sementara itu, kurs rupiah relatif terjaga akibat kondisi global yang mengalami peningkatan likuiditas. "Tahun depan kita tidak dapat berharap keberuntungan yang sama," kata Piter kepada Katadata.co.id, Senin (28/12).
Neraca perdagangan dan transaksi berjalan berpotensi kembali defisit pada tahun depan ketika impor kembali meningkat. Hal tersebut seiring mulai pulihnya ekonomi atau penurunan harga komoditas. Di sisi lain, cadangan devisa diperkirakan masih akan meningkat karena tekanan pelemahan rupiah relatif kecil dan penarikan utang luar negeri pemerintah.
Optimisme 2021
Neraca perdagangan, transaksi berjalan, dan cadangan devisa hanya sebagian kecil dari indikator perekonomian Indonesia yang terimbas positif pandemi Covid-19. Sementara sebagian besar indikator perekonomian terpukul dan meleset jauh dari target pemerintah.
Jokowi mengatakan 2020 merupakan tahun yang sangat sulit bagi perekonomian. Namun, kondisi perekonomian sudah mulai menunjukkan perbaikan antara lain terlihat dari kontraksi ekonomi pada kuartal III yang menurun menjadi minus 3,49% dari minus 5,3% pada kuartal II.
"Kebijakan pemuluhan ekonomi yang dijalankan pemerintah sudah mulai memperlihatkan hasil. Dengan tren perbaikan seperti ini diharapkan perekonomian akan semakin membaik pada tahun depan," ujar Jokowi dalam Outlook Perekonomian 2021, pekan lalu.
Kebijakan pemerintah di bidang kesehatan dan perlindungan sosial yang membantu mengatasi dampak pandemi Covid-19 akan dilanjutkan pada tahun depan. Jokowi juga memastikan akan memberikan vaksin gratis kepada seluruh rakyat mulai tahun depan.
Vaksin diharapkan meningkatkan rasa aman dan kepercayaan publik sehingga mampu mendorong konsumsi ke level normal seperti sebelum wabah menyebar. Di sisi lain, investasi diharapkan meningkat berkat Undang-undang Cipta Kerja yang telah diterbitkan pemerintah.
"Ekspor pada akhir 2020 sudah mulai pulih dan diharapkan terus meningkat pada 2021. Apalagi kita mendapatkan faislitas GSP (tarif khusus) dari AS," katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksi ekonomi sepanjang tahun ini minus 1,7% hingga 2,2%. Dalam APBN 2020, ekonomi diperkirakan kembali tumbuh pada tahun depan mencapai 5%. Namun, perkiraan tersebut bergantung pada perkembangan pandemi.
"Dinamika Covid-19 hampir semua institusi tidak bisa memprediksi secara akurat bagaimana pandemi mempengaruhi sebuah negara," kata dia pekan lalu.
Pemerintah dalam APBN 2021 menargetkan inflasi sebesar 3%, sedangkan kurs rupiah dipatok Rp 14.600 per dolar AS. Target tersebut tak jauh dari proyeksi BI yakni inflasi pada rentang 2% hingga 4%, tetapi kurs rupiah di bawah Rp 14 ribu per dolar AS.
Dalam APBN 2021, tingkat pengangguran terbuka ditargetkan 7,7%-9,1%, sedangkan kemiskinan 9,2%-9,7%. Target kemiskinan dan pengangguran pemerintah pada tahun ini meleset jauh dari target akibat pandemi. Berdasarkan data BPS, pengangguran pada Agustus sebesar 7,07% dari target 4,8% hingga 5% dalam APBN 2020.
Sementara angka kemiskinan berdasarkan data BPS terakhir hingga Maret mencapai 9,78% dari total penduduk atau 24,6 juta orang. Meski demikian, Sri Mulyani menjelaskan program bantuan sosial yang digulirkan pemerintah berhasil menyelamatkan 3,4 juta orang dari kemiskinan berdasarkan studi yang dilakukan Kementerian Keuangan.
Piter juga memperkirakan semua indikator ekonomi yang memburuk pada tahun ini dapat kembali membaik pada 2021. Ia meramal pertumbuhan ekonomi berada di rentang 3% hingga 5%, sedangkan inflasi di rentang 2,5-4,5%. Proyeksi tersebut dengan asumsi pandemi berakhir serta konsumsi dan investasi pulih.
Namun, ia meramal pengangguran masih akan meningkat pada tahun depan. Tanpa pandemi saja, pertumbuhan angkatan kerja Indonesia mencapai 3 juta per tahun, sementara daya serap perekonomian hanya sekitar 1,5 juta orang, sisanya diserap oleh sektor informal. Apalagi, pandemi kemungkinan berakhir paling cepat pada kuartal III 2021.
Direktur Program Institute of Development for Economics and Finances Esther Sri Astuti memproyeksikan perekonomian domestik membaik pada kuartal kedua. Namun, ia ekonomi pada 2021 hanya akan tumbuh 3%. Konsumsi rumah tangga diperkirakan belum akan pulih, sedangkan pertumbuhan kredit perbakan diperkirakan hanya mencapai 5-6%.
Ketersediaan vaksin menurut dia, juga masih akan terbatas dengan perkiraan program baru akan berjalan secara penuh pada semester kedua tahun depan.
Esther memproyeksikan pengangguran akan meningkat hingga 10,4 juta orang. Pertambahan terjadi karena meningkatnya angkatan kerja baru yang tidak terserap di pasar tenaga kerja. Dengan bertambahnya pengangguran atas dampak Covid-19, jumlah penduduk miskin akan bertambah menjadi 28,37 juta.