- Bursa saham dan mata uang negara-negara Asia menguat karena merespons pelantikan Joe Biden sebagai Presiden AS.
- Biden menjanjikan stimulus tambahan senilai US$ 1,9 triliun.
- Aliran modal asing berpotensi masuk US$ 19,1 miliar ke Indonesia melalui instrumen portofolio pada tahun ini.
Pasar menyambut meriah pelantikan Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat menggantikan Donald Trump pada Rabu (20/1) waktu Washington DC. Bursa saham AS mencetak rekor tertinggi sepanjang massa diikuti oleh bursa-bursa saham Asia. Mata uang negara-negara emerging market, termasuk Rupiah perkasa terhadap dolar AS.
Biden bukan pertama kali menempati Gedung Putih. Ia pernah menjadi wakil presiden di era pemerintahan Barack Obama. Banyak yang meyakini kebijakan Biden akan memberikan angin segar bagi pasar keuangan negara-negara emerging market, termasuk Indonesia. Salah satunya Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Perry memperkirakan aliran modal asing masuk ke Tanah Air pada tahun ini berpotensi meningkat menjadi US$ 19,1 miliar. "Ini lebih tinggi dari tahun lalu sekitar US$ 11 miliar," kata Perry dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan BI Januari 2021, Kamis (21/1).
Perry meyakini kepemimpinan Biden akan membuat pasar keuangan global kondusif sehingga aliran modal asing ke negara berkembang akan meningkat. Adapun Indonesia merupakan salah satu tujuan utama investasi portofolio global. Memasuki awal 2021, BI mencatat aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik terus berlanjut dan mencapai US$ 5,1 miliar per 19 Januari 2021, termasuk penerbitan obligasi global oleh pemerintah.
Selain Biden, menurut Perry, kebijakan Bank Sentral AS, The Federal Reserve juga tetap akan mendorong pasar keuangan global dalam kondisi yang kondusif. Ia memperkirakan The Fed masih akan mempertahankan suku bunga rendah dan likuiditas yang longgar. "Bahkan ada pernyataan suku bunga akan tetap rendah untuk waktu yang akan lama. Belum ada rencana tapering" ujar dia.
Tapering adalah langkah pengurangan gradual bank sentral terhadap tindakan-tindakan yang diterapkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Tapering idilaksanakan ketika para pembuat kebijakan bank sentral meyakini bahwa ekonomi sudah pulih dan tak lagi memerlukan stimulus.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai pelatikan Biden meningkatkan optimisme investor terkait stimulus dan mendorong sentiment risk-on di pasar keuangan AS. Indeks saham utama AS mencatatkan level tertinggi sepanjang sejarah. DJIA, S&P500, dan NASDAQ naik masing-masing 0,83%, 1,39%, dan 1,97%. Pengajuan stimulus baru di AS juga mendorong penguatan mata uang di kawasan Asia sejak kemarin.
"Sentimen positif terdorong setelah adanya afirmasi dukungan dari calon Menteri Keuangan AS, Janet Yellen terhadap kebijakan stimulus baru yang diusung oleh Biden," kata Josua.
Bursa-bursa saham utama di Asia menghijau pada perdagangan hari ini. Indeks Kospi melesat 1,49%, Nikkei 0,82%, Shanghai Composite 1,07%, Srait Times 0,52%, dan
Nikkei melanju 0,82%, Kospi 1,49%, Shanghai Composite 1,07%, Strait Times 0,52%. Namun, indeks Hang Seng melemah 0,12% dan IHSG turun 0,25%.
Mayoritas mata uang Asia juga bergerak menguat terhadap dolar AS. Rupiah menguat 0,25% ke Rp 14.000 per dolar AS, ringgit Malaysia 0,32%, yuan Tiongkok 0,04%, rupee India 0,08%, baht Thailand 0,09%, dan peso Filipina 0,01%.
Namun, Kepala Riset Euitas Asia ex-Jepang di JPMorgan James Sulliva menilai pasar negara berkembang Asia justru dapat menjadi korban dari paket stimulus Biden senilai US$ 1,9 triliun. Ia menjelaskan, sebagian besar investor sangat positif di Asia dan pasar negara berkembang dibandingkan AS. Negara-negara Asia, kecuali Jepang menerima aliran dana masuk selama 18 pekan terakhir.
"Sangat mungkin dana tersebut kembali ke AS jika stimulus memberikan dorongan pada pertumbuhan ekonomi sesuai dengan harapan Biden," ujar Sullivan, dikutip dari CNBC.
Kebijakan-kebijakan Biden
Pada hari pertamanya sebagai presiden, Biden meneken 15 tindakan eksekutif untuk membatalkan kebijakan yang diberlakukan oleh Trump. Biden mengatakan tak ingin membuang waktu dalam mengeluarkan perintah, memorandum, dan arahan eksekutif.
"Beberapa tindakan eksekutif yang saya teken hari ini akan membantu mengubah arah krisis Covid-19. Ini semua hanya titik awal," ujar Biden di Gedung Putih pada Rabu (20/1) waktu setempat, seperti dikutip Reuters.
Kebijakan yang diteken Biden, antara lain mencakup mandat untuk menggunakan masker di gedung dan wilayah federal serta menyerukan warga AS menggunakan masker selama 100 hari. Biden juga membatalkan rencana AS keluar dari WHO, menyetop pembangunan perbatasan meksiko, dan mencabut izin presiden yang diberikan untuk pipa minyak Keystone XL yang kontroversial.
Selan itu, ia meneken dokumen untuk memulai proses memasuki kembali kesepakatan iklim paris dan mengakhiri larangan perjalanan di beberapa negara muslim.
Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki menjelaskan, ini hanyalah awal dari serangkaian tindakan eksekutif yang akan diambil Biden setelah memasuki kantor. "Dalam beberapa hari dan minggu mendatang, kami akan mengumumkan tindakan eksekutif tambahan untuk menghadapi tantangan ini dan memenuhi janji presiden terpilih kepada rakyat Amerika," kata Psaki.
Biden, antara lain, menjanjikan stimulus US$ 1,9 triliun. Paket stimulus tersebut mencakup lebih banyak bantuan untuk menopang keluarga dan perusahaan sampai vaksin didistribusikan secara luas. Rencana tersebut mencakup bantuan bagi pengangguran.
Stimulus tambahan ini akan lahir dengan mulus dengan dukungan Senat dan Kongres AS yang kini dikuasai oleh Partai Demokrat, pengusung Biden. Stimulus akan meningkatkan bantuan tunai langsung dari US$$ 600 menjadi $ 2.000 kepada warga AS berpenghasilan di bawah US$ 75.000.
"Enam ratus dolar tidak cukup jika Anda masih harus memilih antara membayar sewa dan menyiapkan makanan. Bahkan bagi mereka yang mempertahankan pekerjaan, bantuan ini sangat penting," kata Biden saat mengungkapkan rencana pemulihan ekonominya pekan lalu.
JP Morgan menilai stimulus Biden senilai US$ 1,9 triliun ata dua kali lipat jumlah yang diproyeksi sebelumnya akan menjadi "kejutan positif" nagi pasar serta untuk keseluruhan tingkat pertumbuhan ekonomi AS. "Arus dana investor ke Asia telah sangat agresif selama beberapa bulan terakhir, Anda bisa mulai melihat hal itu berbalik," kata Silliva.
Menurut dia, pasar Tiongkok yang memiliki kinerja ekonomi terbaik pada tahun lalu dapat menjadi yang pertama terpengaruh oleh pergeseran tersebut.
Namun, banyak ekonom yang pesimistis stimulus ini akan mampu mendongkrak ekonomi AS. "Uang itu tidak tepat sasaran," kata Mark Zandi, kepala ekonom Moody's Analytics dikutip dari CNN.
Zandi mengatakan satu-satunya argumen ekonomi untuk cek tersebut adalah bahwa itu adalah cara yang layak secara politis untuk mendapatkan banyak uang tunai ke dalam perekonomian dengan cukup cepat. "Politik itu penting, dan kecepatan lebih penting daripada membuatnya benar-benar tepat. Tapi saya pikir itu kebijakan terbaik kedua atau ketiga. Ini jelas bukan cara paling efektif untuk membantu." katanya.
Ia memperkirakan banyak warga AS yang tidak mau menghabiskannya untuk konsumsi, melainkan menyimpannya atau menggunakannya untuk membayar utang. Keduanya tidak akan berbuat banyak untuk meningkatkan aktivitas ekonomi secara keseluruhan.
Meski partai yang mengusung Biden menguasai Kongres dan Senat, masih ada kemungkinan proposal Biden untuk pembayaran tambahan US$ 1.400 tidak akan disetujui. Tak semua anggota Partai Demokrat sepakat dengan rencana stimulus Biden. Salah satu kritik datang dari Senator asal Demokrat, Joe Manchin dari West Virginia.
"Mengirimkan bantuan kepada orang-orang yang pada dasarnya sudah mendapatkannya dan menaruhnya di rekening tabungan mereka sekarang, bukan itu yang diinginkan. Sudah waktunya sekarang untuk menargetkan ke mana uang itu pergi. " ujar Manchin. Menurut Komite Anggaran Federal, putaran tambahan dari stimulus diperkirakan merugikan pemerintah US$ 465 miliar.