Pemerintah Rilis Meterai Rp 10 Ribu, Meterai Rp 6.000 Masih Berlaku

ANTARA FOTO/Anindira Kintara/Lmo/aww.
Ilustrasi. Bea materai Rp 6.000 dan Rp 3.000 masih berlaku hingga akhir tahun ini.
29/1/2021, 11.58 WIB

Pemerintah memperkenalkan meterai tempel baru Rp 10 ribu sebagai pengganti meterai tempel lama desain tahun 2014. Meterai tersebut sudah dapat diperoleh masyarakat di Kantor Pos seluruh Indonesia.

“Meterai tempel baru ini memiliki ciri umum dan ciri khusus yang perlu diketahui oleh masyarakat,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama dalam keterangan resminya, Jakarta, Kamis (28/12).

Ciri umum tersebut, diantaranya terdapat gambar lambang negara Garuda Pancasila, angka Rp 10 ribu, dan tulisan “Sepuluh Ribu Rupiah” yang menunjukkan tarif bea meterai, teks mikro modulasi “Indonesia”, blok ornamen khas Indonesia, dan seterusnya.

Sedangkan ciri khususnya adalah warna meterai didominasi merah muda, serat berwarna merah dan kuning yang tampak pada kertas, dan garis hologram sekuriti berbentuk persegi panjang yang memuat gambar lambang negara Garuda Pancasila. Selain itu, terdapat pula gambar bintang, logo Kementerian Keuangan, serta tulisan “DJP", dan sebagainya.

Hestu menyebutkan bahwa desain meterai tempel baru mengusung tema ornamen nusantara. Tema ini dipilih untuk mewakili semangat menularkan rasa bangga atas kekayaan yang dimiliki Indonesia dan semangat nasionalisme.

Meski materai Rp 10 ribu sudah tersedia, menurut Hestu,  masyarakat masih dapat menggunakannya materai Rp 6.000 dan Rp 3.000 hingga  31 Desember 2021 dengan nilai paling sedikit Rp 9 ribu pada dokumen. Ia pun mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada akan meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai. Masyarakat diimbau untuk meneliti kualitas dan memperoleh meterai tempel dari penjual yang terpercaya.

Ketentuan dan pengaturan lebih lengkap dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.03/2021. Selain mengatur nominal baru materai tempel, PMK tersebut mengatur meterai terbagi dalam dua jenis yakni meterai tempel dan meetrai dalam bentuk lain.

Meterai dalam bentuk lain meliputi meterai teraan, meterai komputerisasi dan meterai percetakan. Meterai teraan hanya digunakan untuk pembayaran bea meterai oleh pihak yang terutang dan jika telah memperoleh izin tertulis dari Dirjen Pajak untuk membuat meterai teraan.

Kemudian, meterai komputerisasi digunakan dengan membubuhkan meterai yang dibuat dengan menggunakan sistem komputerisasi pada dokumen yang terutang bea meterai dengan izin dari Dirjen Pajak. Salah satu unsur yang harus dipenuhi dari penggunaan meterai komputerisasi adalah memiliki tulisan "Bea Meterai Lunas" dan memiliki angka yang menunjukan tarif bea meterai.

Sementara, penggunaan meterai percetakan dilakukan dengan teknologi percetakan pada dokumen yang terutang bea meterai. Penggunaan meterai ini diperuntukan bagi jenis dokumen tertentu yakni berupa cek dan bilyet giro.

Pengamat Pajak Institute of Development for Economics and Finance Nailul Huda memperkirakan kenaikan bea meterai mampu mengerek penerimaan negara. "Namun memang relatif kecil," ujar Nailul kepada Katadata.co.id, Jumat (29/1).

Sebelum naik, penerimaan negara dari bea materai hanya Rp 4-5 triliun. Dengan kenaikan biaya meterai sudah pasti akan menaikkan hingga Rp 10-12 triliun.

Kepastian kenaikan penerimaan dari bea meterai disebabkan meterai merupakan barang yang relatif tidak ada subtitusinya. Dengan begitu, kenaikan harga bea meterai tidak akan mengurangi konsumsi meterai.

Kendati demikian, Nailul menilai kenaikan penerimaan tersbeut tidak terlalu signifikan mengingat porsinya yang relatif kecil. "Apalagi dibandingkan dengan penerimaan pajak yang mencapai Rp 1.000 triliun," kata dia.

Reporter: Agatha Olivia Victoria