Pemerintah menarik utang mencapai Rp 12,5 triliun dari lelang enam surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk negara pada hari ini, Selasa (29/6). Penarikan utang tersebut melampuai target indikatif yang dipatok Rp 11 triliun.
"Total penawaran yang masuk sebesar Rp 48,68 triliun," demikin tertulis dalam siaran pers Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan dalam keterangan resminya, Selasa (29/6).
DJPPR mencatat, seri PBS027 memperoleh penawaran masuk tertinggi mencapai Rp 18,65 triliun. Dari total tersebut, nominal yang dimenangkan Rp 7,6 triliun dengan imbal hasil atau yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan 4,37%.
Kemudian pada seri PBS017, pemerintah memenangkan Rp 2,05 triliun dari tawaran masuk Rp 9,69 triliun. Yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan yaitu 5,32%.
Adapun jumlah penawaran yang masuk untuk seri PBS029 sebesar Rp 6,67 triliun. Namun, pada seri itu, tidak ada penawaran yang dimenangkan pemerintah. Begitu pula dengan SPNS03122021 yang mendapatkan penawaran Rp 1,58 triliun.
Sementara seri PBS028 mendapatkan penawaran sebanyak Rp 6,39 triliun. Dari penawaran tersebut, pemerintah memenangkan Rp 2,45 triliun dari tawaran tersebut dan menetapkan yied rata-rata tertimbang 7,22%.
Pada seri PBS030, pemerintah juga hanya memenangkan Rp 400 miliar dari tawaran masuk Rp 5,69 triliun. Imbal hasil rata-rata yang dimenangkan yakni 5,99%.
Kemenkeu mencatat utang pemerintah per akhir Mei 2021 mencapai Rp 6.418,5 triliun atau 40,49% dari produk domestik bruto (PDB). Utang tersebut turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 6.527,29 triliun, tetapi naik 22% dibandingkan Mei 2020 Rp 5.258,57 triliun.
"Hal ini disebabkan kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat perlambatan ekonomi yang terjadi di masa pandemi," tulis APBN KiTa edisi Juni 2021 yang dirilis Kamis (24/6).
Utang pemerintah berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) Rp 5.580,02 triliun dan pinjaman Rp 838,13 triliun. Porsi utang berbentuk SBN tercatat 86,94% yang meliputi SBN domestik Rp 4.353,56 triliun dan SBN valuta asing Rp 1.126,45 triliun.
SBN domestik terdiri dari surat utang negara (SUN) Rp 3.606,07 triliun dan SBSN Rp 747,49 triliun. Sementara SBN valas mencakup SUN Rp 984,2 triliun dan SBSN Rp 242,2 triliun.
Pinjaman berasal dari dalam negeri Rp 12,32 triliun dan luar negeri Rp 828,51 triliun. Pinjaman dalam negeri terdiri dari bilateral Rp 316,83 triliun, multilateral Rp 465,52 triliun, dan bank komersial Rp 43,46 triliun.
Sebelumnya, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai utang pemerintah masih aman meski meningkat akibat pandemi Covid-19. Hal ini, menurut dia, antara lain karena utang pemerintah masih didominasi oleh penerbitan SBN yang sebagian besar berdenominasi rupiah.
Selain itu, rasio utang pemerintah terhadap PDB, cenderung dapat dikelola dan lebih rendah jika dibandingkan dengan posisi utang terhadap PDB dari negara lain. Meski demikian, menurut dia, pemerintah harus mulai harus merumuskan konsolidasi fiskal untuk mendorong pengelolaan fiskal yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Josua mengatakan, hal tersebut dapat dilakukan, antara lain dengan mereformasi perpajakan dalam rangka mendukung optimalisasi penerimaan dan meningkatkan tax ratio terhadap PDB yang masih rendah. "Pemerintah perlu terus berinovasi untuk menggali potensi pajak dengan perluasan basis pajak," ujar Josua kepada Katadata.co.id, Jumat (25/6).
Selain itu, menurut Josua, pemerintah juga harus meningkatkan produktivitas belanja sehingga mampu mendukung pemulihan ekonomi. "Dengan kebijakan konsolidasi fiskal tersebut diharapkan ruang fiskal akan semakin lebar dan akan mendukung kesinambungan perekonomian," katanya.