PMI Manufaktur Indonesia Anjlok ke Level Terendah dalam Setahun

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.
Pekerja memantau proses produksi tisu basah di PT The Univenus Cikupa, Tangerang, Banten, Rabu (11/11/2020). Sektor manufaktur kembali tertekan penerapan PPKM.
Penulis: Maesaroh
2/8/2021, 08.50 WIB

Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia anjlok ke level 40,10 pada Juli 2021, atau terendah sejak Juni 2020 yang berada di level 39,10 poin.  Data bulan Juli juga menunjukkan kontraksi pertama di sektor manufaktur Indonesia dalam sembilan bulan.

Level 40,10 poin pada Juli juga menunjukan sektor manufaktur Indonesia tidak sedang sedang dalam tahap ekspansif.  Tahap ekspansif sektor manufaktur ditandai oleh angka PMI yang berada di atas 50.

Dalam laporannya, IHS Markit mengatakan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 berdampak besar terhadap seluruh sendi perekonomian Indonesia baik melalui komponen permintaan dan produksi ataupun jumlah pengangguran,  Kondisi tersebut juga berdampak pada rantai pasokan dan ongkos manufaktur.  Indonesia memberlakukan PPKM Darurat yang kemudian berganti menjadi PPKM Level 4 sejak 3 Juli.

 IHS Markit menyoroti gelombang kedua Covid-19 yang meningkat tajam sejak Juni sebagai faktor utama ambruknya PMI Indonesia. Hingga Minggu (1/8), Indonesia melaporkan jumlah kasus positif sebanyak 3.440.396 kasus dengan jumlah kasus kemarian mencapai 95,723. 

"Permintaan ekspor juga terdampak dan turun untuk pertama kalinya dalam empat bulan terakhir.  Di tengah ketidakpastian gelombang kedua COVID-19, perusahaan manufaktur Indonesia juga memangkas jumlah tenaga kerja di bulan Juli," demikian laporan IHS Markit yang keluar Senin (2/8).

Laporan tersebut menambahkan perusahaan manufaktur juga mengurangi aktivitas pembelian dan input stok mereka pada bulan Juli karena perlambatan permintaan dan produksi .

Laporan tersebut juga mengatakan peningkatan kasus Covid-19  mengganggu pasokan dan waktu pengiriman barang sehingga terjadi perlambatan pada waktu pemenuhan pesanan. Hal ini membuat,penumpukan pada waktu pemenuhan. Kendala pengiriman dan penurunan permintaan juga menyebabkan kenaikan pada jumlah stok barang hingga ongkos produksi.

Menanggapi anjloknya PMI Indonesia, ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro mengatakan penebalan PPKM bisa mengurangi permintaan barang, sehingga jumlah order dari industri pasti berkurang sejalan dengan naiknya level "inventory".

"Harga komoditas global yang masih tinggi juga terjadi berbarengan dengan sedikit terganggunya proses logistik akibat PPKM. Hal ini kemungkinan akan menyebabkan perusahaan-perusahaan lokal tererosi dari sisi marjin dan keuntungan. Tertekannya PMI kemungkinan besar akan berlanjut sekitar 1-2 bulan setelah PPKM selesai," kata Putera Satria, kepada Katadata.

PMI Indonesia sempat berada di bawah level 50 sepanjang Maret hingga Oktober 2020, kecuali pada bulan Agustus di mana PMI sempat menyentuh level 50,8. PMI Indonesia bahkan menyentuh level terendah sepanjang sejarah pada April 2020 dengan angka hanya mencapai 27,50 poin. Saat itu, kondisi perekonomian global dan nasional di bawah tekanan hebat, setelah pada 9 Maret Badan Organisasi Dunia (WHO) mengumumkan bahwa Covid-19 sudah menjadi pandemi.

Seiring perbaikan penanganan wabah Covid-19 dan pemulihan perekonomian global, PMI Indonesia terus membaik bahkan mencapai level 55,30 pada Mei 2021. Angka ini merupakan level tertinggi dalam sejarah Indonesia. PMI Indonesia turun ke level 53,50 di bulan Juni 2021 karena lonjakan kasus Covid-19 akibat varian Delta.

 Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penurunan PMI di Juni agak mengkhawatirkan namun level nya masih dalam zona optimis atau ekspansif.

"Saya agak khawatir dengan angkanya. Ini menurun dibandingkan Mei tapi masih dalam tahap ekspansif. Artinya mesin dari gerakan atau kegiatan dari sektor manufaktur sudah mulai memanas. Ini adalah tanda-tanda positif dari sektor industri," tutur Sri Mulyani saat konferensi pers APBN Kita, Rabu (21/7).