Rupiah Melemah Tertekan Sinyal Percepatan Tapering Off The Fed

Arief Kamaludin|KATADATA
Rupiah melemah bersama mayoritas mata uang Asia.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
6/8/2021, 10.21 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,13% ke level Rp 14.363 per dolar AS pada perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah tertekan sinyal percepatan penarikan stimulus atau tapering off  The Federal Reserve. 

Mengutip Bloomberg, kurs rupiah bergerak menguat ke level Rp 14.358 per dolar AS pada pukul 09.23 WIB. Namun, posisi ini masih lebih rendah dari posisi penutupan Kamis sore di level Rp 14.343 per dolar AS.

Mata uang Asia lainnya kompak bergerak melemah. Yen Jepang melemah 0,10%, dolar Singapura dan Taiwan 0,11%, peso Filipina 0,30%, yuan Tiongkok 0,05%, ringgit Malaysia 0,09% dan bath Thailand 0,36%. Sementara won Korea Selatan menguat 0,02% bersama rupee India 0,02%, sementara dolar Hong Kong stagnan.

Analis mata uang Ariston Tjendra mengatakan rupiah masih akan bergerak melemah sekalipun Badan Pusat Statisk (BPS) kemarin baru merilis laporan perkeonomian kuartal II 2021 yang berhasil tumbuh signifikan 7,07%. Pelemahan masih dipengaruhi kuat sikap bank sentral AS terhadap potensi pengetatan stimulus moneter.

"Pergerakan nilai tukar rupiah masih dibayangi oleh isu tapering di akhir tahun, isu ini membuat nilai tukar lainnya termasuk rupiah tertekan terhadap dollar AS." kata Ariston kepada Katadata.co.id, Jumat, (6/8)

Wakil Gubernur bank sentral AS, the Federal Reserve (Fed) Richard Clarida mengatakan kebijakan suku bunga rendah dilihat hanya akan bertahan hingga akhir tahun depan. Fed mempertimbangkan untuk mulai diperketat suku bunga pada awal tahun 2023.

"Kondisi yang diperlukan untuk menaikkan kisaran target untuk suku bunga dana federal akan terpenuhi pada akhir tahun 2022,” kata Richard saat hadir dalam sebuah webinar rabu malam yang lalu.

Meski begitu, langkan tapering off atau pengetatan stimulus akan lebih dulu dilakukan dengan mengurangi pembelian obligasi pemerintah. Hal ini juga sudah disampaikan oleh Dewan Gubernur Fed Christpher Waller awal minggu ini. Waller mengatakan Fed akan mengurangi pembelian obligasi pemerintah mulai Oktober mendatang.

Langkah ini akan dilakukan apabila laporan ketenagakerjaan pada Agustus dan September menunjukkan pertumbuhan dalam kisaran 800.000. Capaian itu mendekati level saat prapandemi dan memenuhi tolok ukur Fed untuk mulai mengetatkan kebijakan.

Fed saat ini membeli setidaknya US$ 120 miliar obligasi setiap bulan, dibagi antara US$ 80 miliar melalui US Treasury dan US$ 40 miliar di sekuritas berbasis hipotek. Langkah moneter ini untuk membantu pemerintahan Biden menyediakan anggaran untuk stimulus jumbo sepanjang pandemi setahun terakhir.

Di sisi lain, Ariston juga mengatakan sekalipun tidak berdampak signifikan, laporan ekonomi kuartal II masih dapat membantu menahan pelemahan yang lebih dalam. "Hasil pertumbuhan PDB kuartal ke-2 Indonesia yang lebih baik dari ekspektasi bisa menahan pelemahan nilai tukar rupiah hari ini." ujarnya.

BPS merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II mencapai 7,07% secara year-on-year (yoy). Kondisi ini mengindikasinya terjadinya pemulihan ekonomi sepanjang April-Juni, sekaligus mengakhiri musim resesi pada perekonomian RI yang sudah berlangsung sejak kuartal kedua tahun lalu.

Pemulihan ekonomi terindikasi dari pertumbuhan positif pada semua komponen pengeluaran, terutama konsumsi rumah tangga dan investasi yang berkontribusi 84,93% terhadap pembentukan PDB. Konsumsi rumah tangga sepanjang April hingga Juli berhasil tumbuh 5,93% secara tahunan.

Sementara itu, komponen pengeluaran lainnya yang tumbuh positif antara lain ekspor tumbuh 31,78%, impor 31,22%, konsumsi pemerintah 8,06%, dan konsumsi LNPRT (lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga) tumbuh 4,12%.

Ariston memperkirakan rupiah hari ini bergerak melemah di kisaran Rp 14.370 per dolar AS, dengan potensi support di kisaran Rp 14.300.

Reporter: Abdul Azis Said