Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti besarnya dana sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) dalam laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2020. Panitia Kerja (Panja) Perumus Kesimpulan Badan Anggaran DPR RI menyepakti SiLPA APBN 2020 sebesar Rp 245,6 triliun.
"Pemerintah agar terus meniningkatkan efektivitas dan efisiensi penganggaran sehingga pada tahun-tahun mendatang tidak mengakibatkan SILPA yang terlalu besar dan penggunanya agar optimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan," demikian hasil pembahasan tingkat I RUU P2 APBN 2020 yang dibacakan oleh Dewi Asmara dalam Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI dengan Pemerintah, Senin (6/9).
Besarnya nilai SiLPA tahun lalu terjadi karena realisasi pembiayaan pemerintah yang melampaui target mencapai Rp 1.193,2 triliun atau 114,8% dari target defisit tahun lalu. Padahal, realisasi defisit APBN 2020 hanya mencapai Rp 947,6 triliun atau 91,1% dari target.
Saldo anggaran lebih (SAL) pada akhir tahun lalu pun ikut membengkak menjadi Rp 388,1 triliun. Nilai SAL tersebut diperoleh dari SAL pada awal 2020 yang mencapai Rp 212,7 triliun, SAL yang digunakan pemerintah sebesar Rp 70,6 triliun, penyesuaian SAL sebesar Rp 400 miliar, serta SILPA Rp 245,6 triliun.
Panja juga menyepakati realisasi pendapatan negara tahun lalu sebesar Rp 1.647,7 triliun atau 96,9% dari target APBN 2020. Sementara realisasi belanja negara lebih kecil dari penerimaan, yakni 94,7% dari target atau Rp 2.595,4 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat pekan lalu menjelaskan, besarnya nilai SiLPA tahun lalu diperoleh dari optimalisasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dalam rangka burden sharing dengan BI.
"Pemerintah melakukan pencairan seluruh fasilitas yang berasal dari Bank Indonesia, meskipun penggunaannnya tidak dilakukan pada 2020," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-3 Masa Persidangan 1 Tahun Sidang 2021-2022, Selasa (24/8).
Bendahara negara itu mengatakan, pencairan seluruh fasilitas kerjasama dengan bank sentral menghasilkan outstanding dana yang ditempatkan pemerintah di perbankan sebesar Rp 66,7 triliun.
Pendanaan penempatan dana pada perbankan tersebut disebut Sri Mulyani berasal dari SBN yang sifatnya khusus, yaitu kerjasama pemerintah dan Bank Indonesia yang termasuk kategori non-public goods dengan nilai Rp 177 triliun. Namun, Sri Mulyani memastikan penempatan dana pemerintah di perbankan tidak akan berjangka panjang.
Selain itu, Sri Mulyani menjelaskan, besarnya SiLPA tahun lalu akan dipakai untuk membiayai APBN 2021. Dia menjelaskan, pemerintah menggunakan Rp 139.4 triliun dari nilai SAL tahun lalu Rp 388,1 triliun untuk berbagai kebutuhan terutama pada saat menghadapi varian Delta.
Utang pemerintah pada akhir tahun lalu mencapai Rp 6.074 triliun, naik 38% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara hingga Juni 2021, pemerintah mencatat total utang telah mencapai Rp 6.554,6 triliun.