Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang restrukturisasi kredit hingga 2023 seiring perbankan dianggap semakin baik dalam mengelola risiko. Indikasi ini terlihat dari restrukturisasi kredit yang turun dan cadangan perbankan yang meningkat.
"Dengan pembentukan cadangan yang terus meningkat, perbankan itu siap untuk mengantisipasi berbagai hal terkait dengan restrukturisasi yang jumlahnya sekarang Rp 778 triliun," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana dalam diskusi virtual dengan media, Rabu (8/9).
OJK mencatat jumlah restrukturisasi kredit perbankan hingga Juli 2021 sebesar Rp 778 triliun. Nilai restrukturisasi sempat menyentuh Rp 914 triliun pada periode Oktober tahun lalu, dan sejak itu terus turun setiap bulannya.
Heru mengatakan penurunan nilai restrukturisasi tersebut berkebalikan dengan antisipasi perbankan yang makin membaik. Saat ini nilai cadangan perbankan hingga Juli sudah Rp 334 triliun, nilai itu naik dari Rp 246 triliun tahun lalu.
"Ini artinya perbankan terus merespon dampak-dampak dari kemungkinan kalau direstrukturisasinya itu ada ada debitur-debitur yang tidak bisa melanjutkan usahanya atau macet," kata Heru.
OJK menyatakan akan terus mencermati performa perbankan. Pengawasan setiap saat akan dilakukan melalui prudential meeting untuk memantau kinerja perbankan merespon kredit-kredit yang direstrukturisasi tersebut.
Pengawasan OJK mengacu ketentuan dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 48 tahun 2020. Dalam peraturan tersebut terdapat empat aspek yang akan diperhatikan dalam penerapan manajemen risiko oleh perbankan dalam restrukturisasi kredit.
Kedua, perbankan perlu memperhatikan kecukupan pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Debitur diminta untuk mulai membentuk CKPN apabila bank mulai menilai yang bersangkutnya tidak lagi mampu bertahan setelah mendapat restrukturisasi tahap pertama.
Ketiga, perbankan yang hendak akan melakukan pembagian dividen diminta untuk memperhatikan ketahanan modalnya terlebih dulu. Keempat, perbankan diminta untuk melakukan stress testing terhadap dampak restrukturisasi terkait dengan permodalannya dan likuiditasnya.
OJK memutuskan kembali memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan dan bank perkreditan rakyat selama satu tahun, dari yang sebelumnya berakhir 31 Maret 2022 menjadi berakhir 31 Maret 2023.
Perpanjangan kali ini merupakan yang kedua setelah OJK pertama kali memulai restrukturisasi kredit yang berakhir Maret tahun ini. Pada November tahun lalu, otoritas keuangan itu kemudian memperpanjang kebijakan itu untuk pertama kali sampai Maret tahun depan, kemudian perpanjangan kedua yang diumumkan awal bulan ini.