Rupiah Loyo ke 14.264 per US$ Imbas Data Inflasi AS

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Ilustrasi. Rupiah melemah bersama mayoritas mata uang Asia.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
15/9/2021, 09.39 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,04% ke level Rp 14.254 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot pagi ini. Pelemahan rupiah terutama didorong rilis data inflasi AS bulan Agustus yang masih tinggi sehingga meningkatkan peluang rencana tapering off pada tahun ini tetap berlanjut.

Mengutip Bloomberg, rupiah terus bergerak melemah di level Rp 14.264 per dolar AS hingga pukul 09.30 WIB. Semenara kurs garuda sempat berada di level Rp 14.248 pada penutupan kemarin.

Mayoritas mata uang Asia lainnya juga melemah. Dolar Taiwan 0,06%, won Korea Selatan 0,22%, rupee India 0,01%, yuan Tiongkok 0,08%, ringgit Malaysia 0,03% dan bath Thailand 0,13%. Yen Jepang menguat 0,08% bersama dolar Singapura 0,01% dan peso Filipina 0,06%. Sementara dolar Hong Kong stagnan.

Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan kembali bergerak melemah di kisaran Rp 14.270 per dolar AS dengan potensi support Rp 14.220 hari ini. Pelemahan dipengaruhi rilis data inflasi AS bulan lalu yang masih berada di level tinggi sekalipun mulai melambat.

"Hal ini masih membuka peluang pelaksanaan tapering di akhir tahun," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Rabu (15/9).

Departemen Ketenagakerjaan pada Selasa petang (14/9) melaporkan inflasi bulan lalu sebesar 0,3% secara bulanan. Ini merupakan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) terkecil sejak Januari 2021 dan melambat dari kenaikan 0,5% bulan sebelumnya. Sementara secara tahunan, terjadi inflasi 5,3% lebih lemah dari bulan sebelumnya 5,4%.

Komponen inflasi inti, yang tidak menghitung kenaikan harga bahan pangan volatile dan energi, naik tipis 0,1% secara bulanan. Capain ini tercatat sebagai kenaikan terkecil sejak Februari dan lebih lemah dari inflasi komponen inti 0,3% pada Juli. Sementara secara tahunan, inflasi inti 4% setelah kenaikan tahunan 4,3% bulan sebelumnya.

IHK kelompok bahan pangan mmenglami inflasi bulanan 0,4%, melambat setelah dua bulan berturut-turut naik besar dan kuat. Hal ini terutama dipengaruhi biaya produk susu yang mulai turun. Sementara harga bensin naik 2,8% setelah naik 2,4% di bulan Juli.

"Inflasi tetap sangat kuat, bahkan jika tidak meledak seperti yang terjadi di awal tahun. Jika kita terus melihat penurunan inflasi lebih lanjut selama enam bulan ke depan, itu akan mengurangi tekanan pada Fed untuk segera tapering off dengan kenaikan suku bunga," kata wakil kepala ekonom di Aberdeen Standard Investments di Boston James McCann seperti dikutip dari Reuters, Selasa (14/9).

Gubernur Fed Jerome Powell sebelumnya menyebut  dua pertimbangan utama bank sentral sebelum menarik gas tapering off atau pengetatan stimulus yakni kondisi inflasi dan pasar tenaga kerja. Namun, dia juga berulang kali mencoba menengkan pasar bahwa inflasi yang tinggi saat ini mungkin hanya bersifat sementara.

Tapering off rencananya akan dimulai tahun ini dengan terlebih dahulu mengurangi pembelian aset dari pemerintah senilai US$ 120 miliar setiap bulannya. Namun belum diketahui pasti jadwal pasti rencana tersebut. Sementara, Fed juga menekankan bahwa rencana pengurangan pembelian aset ini tidak ada kaitannya dengan rencana kenaikan suku bunga yang sampai saat ini masih di level rendah 0%-0,25%.

Dari dalam negeri, pergerakan rupiah akan dipengaruhi penantian pasar terhadap rilis data ekspor impor bulan Agustus yang diramal kembali surplus.

"Hasil survei neraca perdagangan Indonesia tampaknya masih menunjukkan surplus sekitar US$ 2,3 miliar, ini mungkin bisa menahan pelemahan rupiah hari ini," kata Arston.

Analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto juga meramalkan rupiah kembali keok hari ini di kisaran Rp 14.235-Rp 14.287 per dolar AS. Bukan hanya rencana tapering off The Fed, langkah penarikan stimulus bank sentral negara maju lainnya juga jadi penyebab pelemahan rupiah hari ini.

"Rupiah kemungkinan terkoreksi dipengaruh oleh sentiment global, ekspektasi normalisasi kebijakan moneter di AS dan negara maju lainnya," kata Rully kepada Katadata.co.id.

Bank sentral Eropa (ECB) lebih dulu mengumumkan langkah tapering pekan lalu. ECB mengumumkan pengurangan pembelian aset melalui skema Program Pembelian Darurat pandemi (PEPP) yang setiap bulan memborong US$ 80 miliar. Sementara suku bunga acuan tetap dipertahankan rendah 0%.

Reporter: Abdul Azis Said