Bank Indonesia (BI) memastikan dampak pengetatan stimulus atau tapering off oleh The Federal Reserve tidak akan separah saat periode taper tantrum pada 2013. Meski begitu, BI menyatakan siap melakukan berbagai langkah moneter untuk meredam jika ternyata dampaknya mulai terasa.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan langkah tapering off akan mulai berdampak pada kenaikan yield US Treasury yang juga akan mempengaruhi pasar keuangan domestik. Berdasarkan pembacaan BI, yield obligasi pemerintah AS akan naik tahun depan secara bertahap. Beberapa prediksi pasar memperkirakan yield US Treasury berpotensi naik di kisaran 2%-2,5%.
"Ketika nanti terjadi tekanan tinggi, BI tidak segan-segan melakukan stabilisasi melalui pasar tunai, forward, maupun kalau diperlukan pembelian dari pasar sekunder kalau terjadi outflow," kata Perry.
Perry mengatakan, aksi borong obligasi melalui pasar sekunder sudah pernah dilakukan pada saat tejad tekanan akibat pandemi menyebabkan aliran modal keluar pada Maret 2020. BI juga sempat melakukan aksi serupa saat terjadi outflow sebesar US$ 11 miliar pada kuartal pertama tahun ini.
Di sisi lain, Perry mengatakan ada dua kondisi lain yang juga menjadi alasan dampak tapering off tidak akan begitu signifikan. Pertama, komunikasi yang dibangun oleh The Fed sudah sangat jelas.
Ia mengatakan, The Fed telah menetapkan indikator yang jelas, yakni kenaikan inflasi dan perbaika pasar tenaga kerja sebelum memulai tapering off. Dengan demikian, ia menyebut pasar mulai bisa menebak arah kebijakan bank sentral. Hal ini jauh berbeda dibandingkan tapering tahun 2013 yang dilakukan secara mendadak.
Kedua, kondisi ekonomi domestik cukup kuat untuk merespon berbagai gejolak tersebut. Hal ini terindikasi dari defsiit transaksi berjalan yang jauh lebih rendah.
"Harap dipahami bahwa defisit transaksi berjalan menunjukkan seberapa besar supply penawaran dan permintaan devisa di nilai tukar," kata Perry.
Saat taper tantrum 2013, defisit transaksi berjalan mencapai lebih dari 3% dari Produk Domestik Berjalan (PDB), sedangkan tahun ini diperkirakan hanya sebesar 0%-0,8%. Posisi cadangan devisa juga jauh lebih tinggi. Posisi cadangan devisa RI sebesar US$ 146,9 miliar. Ini merupakan capaian tertinggi sepanjang sejarah.
BI mencatat cadangan devisa bulan lalu setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selain itu posisi ini juga sangat memadai karena berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Berdasarkan notulen rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bulan lalu, The Fed berencana memulai tapering off berupa pengurangan pembelian aset mulai pertengahan November atau Desember. The Fed juga masih pada sesuai rencana untuk mengakhiri pembelian tersebut pada pertengahan tahun 2022.
Sementara itu, separuh dari anggota komite FOMC dalam rapat bulan lalu tampaknya akan memulai kenaikan suku bunga pada paruh kedua tahun depan. Ini lebih cepat dari perkiraan awal akan mulai dilakukan pada awal tahun 2023. Eksepktasi percepatan kenaikan suku bunga terutama dipengaruhi tren inflasi tinggi dikhawatirkan akan bertahan lebih lama.