Harga-harga barang diperkirakan terus bergerak naik di bulan terakhir tahun ini. Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada bulan Desember akan mencapai 0,25% secra month-to-month (mtm). Inflasi disebabkan lonjakan harga cabai dan minyak goreng.
"Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu pertama Desember 2021, perkembangan harga pada Desember 2021 tetap terkendali dan diperkirakan inflasi sebesar 0,25% secara bulanan," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono dalam keterangan resminya, Jumat (3/12).
Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahunan pada Desember atau inflasi tahun 2021 diperkirakan berada di level 1,55%.
Erwin merincikan beberapa penyumbang utama inflasi bulan ini terutama cabai rawit dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,04% secara mtm.
Sementara itu, cabai merah sebesar 0,02%, telur ayam ras, sawi hijau, kangkung, sabun detergen bubuk dan tarif angkutan udara masing-masing sebesar 0,01%.
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (SP2KP), harga cabai rawit merah melonjak 41,4% menjadi Rp 55.000 per Kg pada hari ini.
Sebagai catatan, Indonesia sudah memasuki musim penghujan di Desember. Kenaikan harga cabai kerap terjadi selama musim hujan karena hujan menganggu panen serta logistik barang.
Harga minyak goreng yang bulan lalu memicu inflasi tinggi juga masih melanjutkan kenaikan.
Minyak goreng curah naik 9,4% menjadi Rp 17.400 per liter. Minyak goreng kemasana sederhana juga naik 1,2% menjadi Rp 17.900 per liter.
Semua jenis cabai merah juga naik. Cabai merah keriting naik 22,4% menjadi Rp 41.600 per Kg. Begitu juga cabai merah besar dengan kenaikan 24,2% menjadi Rp 41.000 per Kg.
Sementara itu, beberapa komoditas diramal deflasi, antara lain bawang merah dan daging sapi masing-masing sebesar 0,01% secara mtm.
Harga bawang merah turun 8% menjadi Rp 25.500 per Kg hari ini. Sementara itu, harga daging sapi bagian paha belakang justru naik tipis 0,16% menjadi Rp 125.800 per Kg.
Kenaikan inflasi di akhir tahun ini kemungkinan akan mengikuti pola musiman menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru (Nataru). Tanda-tanda kenaikan harga sebenarnya sudah mulai terlihat sejak inflasi 0,12% secara mtm di Oktober.
Kenaikan harga-harga semakin kuat pada bulan November yang mencatat inflasi 0,37% secara mtm.
Pada November, inflasi tahunan menembus 1,75%. Level ini lebih tinggi dibandingkan Oktober 1,66%. Sedangkan inflasi tahun kalender 1,3%.
"Secara bulanan maupun tahunan, inflasi November merupakan yang tertinggi sepanjang tahun ini," kata Kepala BPS Margo Yuwono saat konferensi pers secara virtual, Rabu (1/12).
Berdasarkan kelompok pengeluaran, kenaikan inflasi terutama didorong oleh kategori makanan, minuman dan tembaku. Kenaikan harga di kelompok ini 0,84% secara mtm, dengan andil 0,21%.
Komoditas yang berkontribusi besar terhadap inflasi yakni minyak goreng dengan andil 0,08%. Selain itu, telur ayam ras dan cabai merah yang memberi andil 0,06%.
Berdasarkan komponen pembentuknya, penyumbang terbesar datang komponen harga bergejolak (volatile food).
Kelompok itu mencatatkan inflasi 1,19% mtm dengan andil 0,2%. Inflasi tahunannya 3,05%, terutama karena harga minyak goreng dan telur ayam ras.