Satuan Tugas Waspada Investasi telah menutup 3.365 pinjaman online (pinjol) ilegal di Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bertebarannya pinjaman online ilegal merupakan konsekuensi negatif dari perkembangan teknologi digital yang pesat.
"Teknologi digital memberikan konsekuensi risiko negatif, terutama fintech, mulai dari risiko terkait data pribadi, kerugian finansial, penipuan, dan exclusion atau mereka yang tidak cakap secara digital menjadi objek yang sangat mudah dieksploitasi," ujar Sri Mulyani dalam Indonesia Fintech Summit Day, Sabtu (11/9).
Sri Mulyani menyebut, terdapat 3.365 pinjaman oline ilegal yang telah ditutup berdasarkan data Satgas Waspada Investasi. Data ini, menurut dia, mencerminkan bahwa tantangan nyata bagi para pelaku industri fintech yang memiliki komitmen untuk terus menjaga industrinya tetap baik dan dari sisi regulator.
Maka dari itu, ia menilai berbagai kemudahan yang ditawarkan teknologi digital harus diikuti dengan pengaturan dan pengawasan yang tepat dan tetap melindungi konsumen, namun tidak mengerdilkan industri fintech itu sendiri.
Kekhawatiran mengenai fintech telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pembukaan Annual Meeting IMF-World Bank pada tahun 2018 di Bali. Pada saat itu Sri Mulyani menuturkan Bali Agenda dikeluarkan dalam bidang fintech yang mencakup 12 elemen untuk digunakan sebagai rambu pengaturan ekonomi digital yang sedang berkembang luar biasa.
Keduabelas elemen ini mencakup penguatan fintech dari sisi pemerintah dan regulator, pengaktifan teknologi baru untuk meningkatkan penyediaan layanan keuangan, menjaga agar pasarnya tetap terbuka dan bebas, mendorong fintech untuk bisa mempromosikan inklusi keuangan. Lalu, mengadaptasi kerangka reguler dan praktik pengawasan yang menjadi bagian dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), integritas sistem keuangan yang harus tetap dijaga, modernisasi kerangka hukum, stabilitas sistem moneter dan pasar keuangan, data untuk mempertahankan keberlanjutan fintech, serta mendorong kerja sama internasional.
“Pemerintah memahami bahwa fintech memberikan suatu kesempatan untuk terjadinya pembangunan yang makin demokratis dan merata,” ujar Menkeu Sri Mulyani.
Adapun saat ini, menurut dia, pemerintah bersama DPR saat ini sedang menyusun sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk pengembangan dan penguatan sektor keuangan, salah satu bagiannya akan mengatur sektor financial technologi atau fintech. RUU tersebut akan membahas definisi dan ruang lingkup fintech, badan hukum penyelenggara fintech, pengaturan dan pengawasan, koordinasi, pengawasan, dan pengembangan, perizinan, asosiasi dan perlindungan konsumen fintech.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pinjaman masyarakat pada fintech peer to peer lending terus meningkat. Pada Meu 2021, penyalurannya tercatat naik 8% dibandingkan bulan sebelumnya mencapai Rp 13,16 triliun pada Mei 2021.