Rupiah Berpotensi Tertekan Sentimen Ganda Omicron hingga Tapering Off
Nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,11% ke level Rp 14.386 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Meski begitu rupiah diramal berbalik melemah seiring kekhawatiran pasar terhadap penyebaran varian Omicron yang masih berlanjut.
Mengutip Bloomberg, rupiah melemah dari posisi pembukaan ke Rp 14.389 pada pukul 09.15 WIB. Level Ini makin mendekati posisi penutupan kemarin di Rp 14.402 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya bergerak menguat. Dolar Hong Kong menguat 0,02% bersama dolar Taiwan 0,08%, peso Filipina 0,06%, rupee India 0,22%, yuan Cina 0,03% dan ringgit Malaysia 0,14%. Sementara baht Thailand melemah 0,4% bersama won Korea Selatan 0,05% dan yen Jepang 0,04%, sedangkan dolar Singapura stagnan.
Analis pasar uang Ariston Tjendra mengatakan kekhawatiran terhadap Omicron masih menjadi sentimen utama pergerakan rupiah hari ini. Ia memperkiran rupiah akan melemah di kisaran Rp 14.430 dengan potensi penguatan di Rp 14.370 per dolar AS.
"Minat pasar terhadap aset berisiko terlihat masih tertekan dengan melemahnya indeks saham global karena kekhawatiran pasar terhadap penularan Omicron," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Selasa (21/12).
Kekhawatiran terhadap Omicron mendorong indeks saham utama Amerika Serikat dan Inggris ditutup merah pada perdagangan semalam. Indeks Dow Jones Industrial Average terkontraksi 1,23%. S%P 500 sebesar 1,14% dan Nasdaq Composite 1,24%. Indeks FTSE 100 Inggris juga melemah 0,99% disusul indeks CAC 40 Perancis sebesar 0,82%, Ibex 35 Spanyol 0,83% dan Dax Jerman yang anjlok 1,86%.
Beberapa indeks saham Asia juga melemah pagi ini. Shanghai SE Composite Cina melemah 1,07%, Hang Seng Hong Kong 1,93%, Nifty 50 India anjlok 2,18%, Taiex Taiwan 0,81% dan Strait Times 1,24%, sedangkan Nikkei 225 Jepang masih berhasil menguat 1,61%.
Kinerja pasar saham yang memburuk sejalan dengan kekhawatiran pasar terhadap penyebaran Omicron yang kian meluas. Penyebaran, masif terjadi di Eropa yang mendorong sejumlah negara kembali memberlakukan lockdown alias penguncian wilayah.
Selain itu, kekhawatiran juga karena Omicron berpotensi memunculkan lonjakan baru Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa varian baru ini menular lebih cepat dibandingkan Delta. Selain itu, varian ini juga bisa menginfeksi orang yang sudah divaksinasi atau yang telah pulih dari Covid-19.
Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan mengatakan tidak bijaksana jika menyimpulkan bahwa varian Omicron lebih ringan dari varian sebelumnya. "Dengan jumlah yang meningkat, semua sistem kesehatan akan berada di bawah tekanan," kata dia dikutip dari Reuters.
Senada dengan Ariston, analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto juga memperkirakan rupiah akan tertekan ke arah Rp 14.398 dengan potensi penguatan di Rp 14.343 per dolar AS. Selain Omicron, tekanan terhadap nilai tukar juga dipengaruhi langkah moneter sejumlah bank sentral.
"Sentimen hawkish bank sentral negara-negara maju menyebabkan terjadinya arus modal keluar di negara berkembang," kata Rully kepada Katadata.co.id.
Tiga bank sentral utama dunia mengumumkan pengetatan moneter pekan lalu. Bank sentral AS (The Fed) mempercepat tapering off bulan depan sehingga ada peluang kenaikan suku bunga juga akan lebih cepat yakni pada paruh kedua tahun 2022.
Bank sentral Eropa (ECB) juga akan mengakhiri quantitative easing-nya pada Maret 2022. ECB rutin membeli obligasi pemerintah untuk membiayai pandemi melalui Program Pembelian Darurat Pandemi (PEPP) yang bernilai 1,85 triliun euro. Pembelian akan dikurangi secara moderat mulai awal tahun depan dan resmi berakhir di akhir kuartal pertama.
Selain itu, bank sentral Inggris (BOE) juga mengumumkan kenaikan suku bunga untuk pertama kalinya sepanjang pandemi. BOE menjadi bank sentral besar pertama bank dunia yang mulai menormalisasi suku bunganya yakni sebesar 0,1% menjadi 0,25%.
Dari dalam negeri, Rully belum melihat adanya sentimen yang signifikan mendorong penguatan atau pelemahan rupiah. Menurutnya pasar masih mengamati sikap pemerintah dalam mengendalikan penyebaran varian omicron.