Sri Mulyani: Pemulihan Ekonomi Covid Lebih Cepat Daripada Krisis 1998

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pemulihan ekonomi dari krisis pandemi Covid-19 lebih cepat dibandingkan saat krisis moneter 1998-1999.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
19/1/2022, 13.20 WIB

Perekonomian Indonesia sudah kembali ke level sebelum pandemi Covid-19 pada tahun lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pemulihan ekonomi dari krisis pandemi Covid-19 lebih cepat dibandingkan saat krisis moneter 1998-1999. 

"Laju pemulihan ekonomi kita saat ini dibandingkan saat krisis 1998 jauh lebih cepat dan kuat," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (19/1). 

Sri Mulyani menjelaskan, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sulit sekali pulih setelah terpukul krissi moneter 1998. Butuh waktu lama hingga perekonomian kembali ke level sebelum krisis. 

"Namun saat pandemi Covid-19 ini, ekonomi kita down, tetapi cepat pulihnya. Saat terpukul lagi karena Delta pada Juli, ekonomi juga lebih cepat pulih," kata Sri Mulyani. 

Ia mencontohkan, mobilitas masyarakat sudah meningkat dan berada di atas level sebelum pandemi Covid-19. Perekonomian bahkan sudah mulai bergerak kuat sejak November setelah terpukul lonjakan kasus varian Delta pada Juli. 

"Konsumsi dan produksi sudah menunjukkan penguatan dan di atas level sebelum Covid-19," kata Sri Mulyani. 

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, pemulihan ekonomi jauh lebih cepat dan kuat dibandingkan saat krisis 1998 karena instrumen kebijakan yang dimiliki pemerintah sudah lebih lengkap. Pemerintah juga telah banyak belajar dari krisis-krisis yang sebelumnya terjadi, termasuk krisis finansial pada 2008 dalam mengeluarkan respons kebijakan. 

"Setiap krisis memberikan kita pembelajaran. Ini yang di Kementerian Keuangan, saya selalu minta kepada jajaran agar setiap krisis di-capture bagaimana respons kita dan saat krisis terjadi lagi, sehingga dapat digunakan lagi saat terjadi krisis," katanya. 

Ia mengakui dampak dari setiap krisis adalah peningkatan kemiskinan dan ketimpangan. Orang miskin akan lebih sulit mengatasi dampak dari krisis. Oleh karena itu, Sri Mulyani, kebijakan pemerintah dalam merespons krisis akibat pandemi Covi-19 tak sebatas untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi. 

"Kami juga melihat bagaimana kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja. Angka kemiskinan kita sempat mencapai di atas 10% tetapi kemarin sudah diumumkan BPS bahwa angka kemiskinan kita sudah kembali ke level single digit," ujarnya. 

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (17/1) melaporkan, jumlah penduduk miskin pada September 2021 mencapai 26,5 juta orang atau 9,71% dari total penduduk Indonesia. Jumlah penduduk miskin berkurang 1,04 juta orang dibandingkan Maret 2021 atau 1,05 juta orang dibandingkan September 2020.

"Ini berarti kurang dari 24 bulan, kita sudah bisa mengembalikan ekonomi dan kemiskinan pada jalur yang benar. Ini tidak terjadi begitu saja, ini hasil kebijakan yang didesain untuk melindungi golongan terbawah. Kebijakan ini akan kita teruskan," kata dia.

Selain kemiskinan, Sri Mulyani juga memaparkan data angka pengangguran yang sudah mulai menurun. Berdasarkan data terbaru BPS, angka pengangguran per Agustus 2021 mencapai 9,1 juta orang atau 6,49%, turun 0,67 juta atau 0,58% dibandingkan Agustus 2020. 

"Angka pengangguran pernah mencapai 9,7 juta saat puncak Covid-19," kata Sri Mulyani. 

Data-data ini, menurut Sri Mulyani, akan terus dipantau oleh pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang tepat demi memulihkan perekonomian. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini mencapai 5,2%. Sementara tingkat kemiskinan ditargetkan turun ke 8,5% hingga 9%, sedangkan tingkat pengangguran terbuka turun menjadi 5,5% hingga 6,3%.