Pemerintah terus berupaya mencegah perputaran uang gelap yang tak hanya berdampak buruk pada tatanan sosial dan ekonomi, tetapi juga mengancam keselamatan manusia. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, terdapat tiga sumber utama perputaran uang gelap di seluruh dunia yang nilainya mencapai ribuan triliun rupiah per tahun.
Menurut Sri Mulyani, perputaran uang gelap atau illicit financing terbesar berasal dari perdagangan narkotika yang mencapai US$ 344 miliar atau setara Rp 4.398 triliun per tahun. Penyumbang terbesar lainnya adalah produksi dan perdagangan barang palsu, serta kejahatan iklim.
"Illicit financing dari kegiatan produksi dan perdagangan barang palsu mencapai US$ 288 miliar, dan kejahatan lingkungan US$ 281 miliar," ujar Sri Mulyani dalam PPATK 3rd Legal Forum, Kamis (31/3).
Sri Mulyani secara khusus menekankan kekhawatirannya terhadap dampak buruk dari kejahatan lingkungan. Menurut dia, pertumbuhan dampak dari kejahatan lingkungan naik 5% hingga 7% setiap tahun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi dunia.
"Jadi, menghasilkan uang melalui kejahatan lingkungan lebih cepat dibandingkan dengan cara legal," ujar Sri Mulyani.
Ia mengatakan, kejahatan lingkungan yang antara lain mencakup illegal logging, fishing, dan minning tak hanya menciptakan kerugian dari sisi keuangan negara tetapi juga kerusakan lingkungan. Kejahatan lingkungan biasanya dilakukan secara boarder less atau lintas negara sehingga kerja sama internasional sangat penting dalam menanganinya.
"Illegal logging, fishing, dan minning ini biasanya dilakukan di negara A, penadahnya di negara B, dan dijual atau cuci profit di negara C," kata dia.
Ia mengatakan Financial Action Task Force (FATF) juga telah mengingatkan bahwa pelaku kejahatan lingkungan biasanya mencuci uang melalui kegiatan di sektor keuangan, baik formal maupun informal. Indonesia saat ini merupakan satu-satunya negara G20 yang belum menjadi anggota penuh FATF. Namun, pemerintah saat ini tengah menyiapkan prosesnya.
FATF meruapakan gugus tugas yang dibentuk kelompok negara G7 untuk mengembangkan kebijakan dalam memerangi praktik pencucian uang. Pada 2021, mandatnya diperluas mencakup pencegahan pendanaan pencucian uang.
Sri Mulyani menekankan, principal benefit ownership menjadi sangat penting dalam mencegah perputaran uang gelap. "Orang banyak melakukan proxy untuk menutupi pemilik dana," katanya.
Ia pun menekankan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap tindak pencucian uang dan upaya memperkuat kerja sama antara Kementerian Keuangan, serta penegak hukum untuk mencegah tindak kejahatan keuangan.