Nilai tukar rupiah dibuka menguat tujuh poin ke level Rp 14.356 per dolar AS pada perdagangan Jumat (1/4) pagi. Meski demikian, rupiah diramal berbalik melemah usai rilis data ekonomi Amerika Serikat yang menunjukkan inflasi tinggi masih berlanjut.
Mengutip Bloomberg, rupiah melemah dua poin dari posisi pembukaan ke level Rp 14.358 per dolar pada pukul 09.20 WIB. Posisi ini mendekati level penutupan kemarin Rp 14.363 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya melemah terhadap dolar AS. Yen Jepang terkoreksi 0,51% bersama dolar Singapura 0,13%, dolar Hong Kong 0,01%, dolar Taiwan 0,23%, won Korea Selatan 0,33%, yuan Cina 0,12%, ringgit Malaysia 0,18% dan bath Thailand 0,25%. Sebaliknya, rupee India menguat 0,16% bersama peso FIlipina 0,23%.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan tertekan ke arah Rp 14.400 per dolar AS, dengan potensi penguatan di kisaran Rp 14.350 per dolar AS. Pelemahan rupiah dipengaruhi rilis data ekonomi AS semalam.
Mengutip CNBC Internasional, indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) Amerika naik ke level 6,4% secara year on year pada Februari 2022. Inflasi inti PCE yang naik menjadi 5,4%, merupakan tertinggi hampir 40 tahun terakhir.
Indeks harga PCE ini merupakan indikator inflasi yang dipakai bank sentral Amerika Serikat (The Fed) sebelum menarik kebijakan moneternya.
"Kenaikan inflasi PCE yang meningkatkan mendorong ekspektasi pelaku pasar bahwa Bank Sentral AS akan menaikan suku bunga acuan AS dengan agresif tahun ini," kata Ariston.
The Fed sudah mengumumkan kenaikan pertama bunga acuannya pertengahan Maret dan memperkirakan potensi kenaikan enam kali sampai akhir tahun. Namun, pasar mulai mewaspadai The Fed bisa lebih agresif lagi dengan menaikkan bunga 50 bps di pertemuan bulan depan.
Di samping sentimen The Fed, pelemahan rupiah hari ini masih dibayangi efek perang Rusia dan Ukraina. Meski sudah berulang kali berunding, perang yang masih berlanjut mendorong peningkatan inflasi global, terutama yang didorong oleh harga komoditas pangan dan energi.
"Perekonomian global termasuk Indonesia bisa tertekan karena inflasi," kata Ariston.
Dana Moneter Internasional (IMF) sebelumnya juga menyebut akan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini, meski datanya belum juga dirilis. Dari dalam negeri, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sudah berulang kali menegaskan bahwa perang ini menjadi salah satu risiko utama ekonomi RI tahun ini.