Kementerian Keuangan melihat terdapat beberapa Kementerian/Lembaga yang masih perlu memperbaiki desain anggaran dan penyerapannya. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, beberapa di antaranya bahkan tidak terima anggarannya dipangkas meski penyerapannya tak maksimal.
"Harus diakui ada K/L yang kapasitas untuk mendesain masih harus diperbaiki. Mereka biasanya minta anggarannya hanya karena tahun lalu dapatnya sekian kemudian tahun ini dapatnya sekian, plus sidikit modifikasi kiri kanan," kata Sri Mulyani dalam diskusi pada acara Rakornas Pelaksanaan Anggaran 2022, Rabu (13/4).
Dia juga menyebut, tidak jarang ada pimpinan dari K/L yang ingin anggaran bisa naik meskipun keberhasilannya merealisasikan anggaran hingga 100% baru dilakukan pada satu tahun anggaran.
"Mereka, begitu dipotong sedikit rasanya dunia runtuh, inginnya semuanya naik. Kami sebenarnya sudah sampaikan lima tahun berturut-turut itu penyerapannya seperti ini, tapi mereka tetap ngotot mintanya 100%," kata Sri Mulyani.
Bendahara negara ini juga mengatakan, pengalokasian anggaran bukan hanya dinilai dari kemampuan K/L untuk merealisasikan anggaran tahun-tahun sebelumnya. Sejak tahap desain anggaran perlu diperbaiki. Desain anggaran, menurut dia, juga perlu menyesuaikan dengan tujuan output dan outcome yang hendak dicapai. Tujuan ini berkaitan dengan indikator pembangunan seperti pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, belanja infrastruktur dan lainnya.
Oleh karena itu, ia mengatakan salah satu perbaikan yang terus didorong oleh Kementerian keuangan bersama Kementerian perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, yakni agar K/L memperbaiki dari sisi desain anggarannya. Ia mengatakan, sudah ada beberapa K/L yang saat ini pembuatan desain anggarannya sudah baik karena output dan outcome yang ditetapkan sudah jelas.
Persoalan realisasi anggaran bukan hanya terjadi di tingkat pemerintah pusat K/L. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkap ada tiga masalah yang dihadapi pada proses perencanan dan penganggaran pusat dan daerah.
Pertama, perbedaan kepentingan atau prioritas antara pemerintah pusat dan daerah. Ia mencontohkan pernah mengunjungi sebuah pelabuhan di daerah yang terbengkalai padahal baru beberapa tahun dibangun. Pelabuhan tersebut sepi pengunjung karena akses penunjang seperti jalan raya yang harusnya jadi kewenangan daerah justru tidak terpenuhi, sehingga infrastruktur tersebut tidak efektif.
"Pelabuhannya ada, jalan aksesnya nggak ada, ini ada belasan dari sebelumnya bahkan ada puluhan," kata Suharso dalam acara yang sama dengan Sri Mulyani.
Kedua, perbedaan timeline perencanaan penganggaran yang menyebabkan ketidaksinkronan penuangan prioritas antara pusat dan daerah. Hal ini terlihat penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sering kali tidak sinkron dengan APBN.
Ketiga, ketidakselarasan struktur data perencanaan penganggaran termasuk perbedaan nomenklatur yang kemudian menyebabkan kesulitan untuk mensinergikan kegiatan pusat dan daerah.