Bank Indonesia mempercepat pengurangan likuiditas perbankan melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) dari semula bertahap sebanyak tiga kali menjadi empat kali pada tahun ini. Di saat yang sama, BI menahan suku bunga acuan tetap 3,5%.
"Kenaikan GWM tersebut tidak akan mempengaruhi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers secara daring, Selasa (24/5).
Dalam pengumuman Februari 2022, kenaikan GWM hanya akan dilakukan sebanyak tiga kali yakni Maret, Juni dan September. Selain itu, kenaikannya pun berbeda-beda, untuk Bank Umum Konvensional (BUK) yakni 1,5% pada Maret, 1% di Juni dan 0,5% di September.
Namun, dalam aturan terbaru, kenaikan GWM tahun ini akan sebanyak empat kali, termasuk kenaikan pertama pada Maret. BI menambah jadwal kenaikan GWM pada Juli. Selain itu, besaran kenaikannya juga akan dinaikkan, dari kenaikan 1% pada Juni menjadi naik 1,5% pada Juli dan September.
"Kewajiban minimum GWM Rupiah untuk BUK yang pada saat ini sebesar 5% naik menjadi 6% mulai 1 Juni 2022, 7,5% mulai 1 Juli 2022 dan 9,0% mulai 1 September 2022," kata Perry.
Percepatan kenaikan GWM juga dilakukan untuk Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). Setelah kenaikan 0,5% pada bulan Maret, GWM akan dinaikkan 0,5% lagi pada bulan depan menjadi 4,5%, kemudian ditingkat dengan kenaikan 1,5% pada Juli dan September. Dengan demikian, kewajiban GWM untuk BUS dan UUS pada September berada di 7,5%.
Rencana kenaikan GWM ini sebetulnya sudah diperingatkan oleh bank sentral sebelumnya. Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyebut kenaikan suku bunga akan menjadi pilihan terakhir bagi bank sentral untuk menahan kenaikan inflasi. Sebagai gantinya, kenaikan GWM yang lebih cepat akan diambil untuk memerangi inflasi.
"Kami melihat likuiditas masih ample dan juga inflasi mulai meningkat, kami dapat menggunakan peningkatan lebih lanjut rasio GWM itu," kata Destry dalam webinar side event G20 pada Jumat (22/4).
Dalam kebijakan terbarunya ini, BI juga mengubah ketentuan bagian yang diperhitungkan untuk mendapatkan remunerasi bagi bank konvensional dan pemberian 'athaya untuk bank syariah.
Perry menyebut pemberian remunerasi sebesar 1,5% terhadap pemenuhan kewajiban GWM setelah memperhitungkan insentif bagi bank-bank dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM atau memenuhi target RPIM.
Di samping menaikkan kewajiban GWM, BI juga meningkatkan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM serta memenuhi target RPIM. Adapun ketentuannya sebagai berikut:
Pertama, pelanggaran atas kewajiban pemenuhan GWM Rupiah rata-rata menjadi maksimal sebesar 2%, yaitu melalui insentif atas pemberian kredit atau pembiayaan kepada sektor prioritas paling besar 1,5% dari sebelumnya paling besar 0,5%, dan insentif pencapaian RPIM tetap paling besar 0,5%
Kedua, perluasan cakupan subsektor prioritas dari 38 sub sektor prioritas menjadi 46 sub sektor prioritas yang dibagi dalam tiga kelompok yaitu resilience atau kelompok yang berdaya tahan, growth driver atau kelompok pendorong pertumbuhan, dan slow starter atau kelompok penopang pemulihan.
Ketiga, pemberian insentif tersebut ditujukan untuk semakin meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan inklusif dan pemulihan ekonomi nasional. Perry menyebut kebijakan peningkatan insentif tersebut mulai berlaku 1 September 2022.