Risiko Stagflasi Global Dinilai Tidak Berpengaruh Besar bagi Indonesia

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.
Para pedagang menunggu calon pembeli di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (2/6/2021).
1/6/2022, 10.09 WIB

Di tengah ancaman kondisi stagflasi global, Indonesia dinilai dapat bertahan dan tidak akan menerima risiko efek yang terlalu besar. Sebab jika dilihat dua indikator utama terjadinya stagflasi, yaitu tingginya inflasi dan mandeknya pertumbuhan ekonomi, kondisi Indonesia belum mengkhawatirkan. 

 Stagflasi adalah suatu kondisi ekonomi yang ditunjukkan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi serta meningkatnya angka pengangguran, dan umumnya terjadi inflasi.

“Memang ada kenaikan inflasi, tapi sejauh ini masih terkendali. Begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi. Meskipun melambat, tapi trennya menunjukkan perbaikan yang konsisten,” ucap Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Edy Priyono, dalam keterangan tertulis, Rabu (1/6).

Edy pun mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat melesat 5,01 persen (year to year) pada triwulan I/2022. Pertumbuhan ini sejalan dengan kuatnya konsumsi dan investasi di Tanah Air.

Edy juga mencatat ada peningkatan pada penciptaan lapangan pekerjaan. Di mana tingkat pengangguran terbuka menurun, dari 6,22 persen pada Februari 2021, menjadi 5,83 persen pada Februari tahun ini.

“Angka pengangguran memang belum kembali ke posisi sebelum pandemi yakni 5,28 persen. Tapi tahun ini sudah ada penurunan dibandingkan sebelumnya. Ini menunjukkan adanya pemulihan produksi yang konsisten," jelasnya.

Sementara untuk menahan laju inflasi dalam negeri yang meningkat, Bank Indonesia (BI) memutuskan tetap menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 3,5% pada Mei 2022. Sebab inflasi tahunan Indonesia sebelumnya dilaporkan mencapai 3,47% (yoy) per April 2022. Meski begitu, inflasi Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan negara anggota G20. Berikut datanya: 

Meski demikian, lanjut Edy, pemerintah tetap mewaspadai dampak ketidakpastian global yang bisa menyebabkan terjadinya stagflasi. Untuk itu, pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi dengan melakukan akselerasi dan perluasan vaksinasi, serta pembukaan sektor-sektor ekonomi yang bisa menstimulus tumbuhnya perekonomian.

Selain itu, pemerintah juga konsisten menjaga daya beli masyarakat dengan menyalurkan berbagai skema bantuan sosial. “Jika langkah-langkah itu tidak dilakukan bisa menyebabkan tingginya peningkatan inflasi, penurunan daya beli masyarakat, pelemahan ekonomi, dan memberi tekanan fiskal,” terang Edy.

Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani pada menyampaikan, stagflasi menjadi ancaman besar bagi semua negara termasuk Indonesia. Menkeu menjelaskan, tingkat inflasi di Amerika Serikat yang mencapai 8,4 persen menjadi ancaman pemulihan ekonomi negara tersebut, dan turut mempengaruhi dunia. Bank Sentral Amerika Serikat – The Fed akan melakukan percepatan pengetatan moneter.

Reporter: Aryo Widhy Wicaksono