Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan terdapat penyaluran bantuan sosial (bansos) yang terindikasi tak tepat sasaran dan berpotensi merugikan negara sebesar Rp 6,93 triliun. Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan temuan BPK tersebut telah ditindaklanjuti pihaknya.
Menurut Risma, temuan yang diserahkan BPK tersebut adalah temuan sementara berdasarkan hasil audit seperti yang biasa dilakukan BPK dan diserahkan kepada pihak Kementerian Sosial.“Jadi, memang begitu, kami harus jawab, alhamdulillah selesai," kata Risma.
Risma meyakini predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diterima Kementerian Sosial dapat menjawab temuan tersebut. “Karena bukan hanya jawaban tertulis, tapi di cek di lapangan apakah orangnya ada, dengan data BPK dan kita,” ujar dia.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi menjelaskan terdapat dana bansos sebesar Rp 5,5 triliun yang disalurkan kepada nama-nama yang tidak masuk dan tidak terdaftar dalam Daftar Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Ini artinya rang yang tidak ada di dalam daftar ikut menerima.
Menurut BPK, dari total dana bansos Rp120 triliun yang disalurkan, penyaluran sebesar Rp 5,5 triliun tidak masuk dalam DTKS. BPK meminta Kementerian Sosial untuk memberikan daftar penerima bansos sejumlah Rp5,5 triliun tersebut.
Achsanul mengatakan, ada masalah pembaruan data karena banyak daerah yang tidak tertib dalam memperbarui data penerima bansos di daerah masing-masing. Selain itu, Achsanul menyebut praktik pemimpin daerah di sejumlah daerah yang hanya memberi daftar nama dari tim sukses yang memilih mereka untuk menerima bansos.