PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menerima pembayaran piutang dari pemerintah terkait pembayaran atas kompensasi penyaluran subsidi BBM, LPG, dan listrik pada tahun lalu sebesar Rp 89,1 triliun. Pertamina memperoleh pembayaran sebesar Rp 63,5 triliun, sedangkan PLN sebesar Rp 24,6 triliun.
Direktur Utama PLN Nicke Widyawati menjelaskan, pihaknya pada April lalu juga telah menerima pembayaran kompensasi atas penyaluran subsidi BBM dan LPG pada tahun lalu dari pemerintah sebesar Rp 29 triliun. Dengan demikian, total pembayaran yang telah diterima perusahaan dari pemerintah untuk kompensasi penyaluran subsidi tahun lalu mencapai Rp 93,5 triliun.
"Pembayaran ini dapat memperkuat arus kas Pertamina untuk menjaga ketahanan energi nasional,” ujar Nicke dalam siaran pers yang diterima Katadata.co.id, Jumat (1/7).
Ia menjelaskan, pembayaran kompensasi ini lebih cepat dari jadwal yang direncanakan pemerintah. Langkah ini merupakan upaya pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat.
Selain percepatan pembayaran kompensasi, komitmen pemerintah untuk menjaga daya beli juga diberikan melalui tambahan subsidi Rp 71,8 triliun dan kompensasi BBM Rp 24 triliun. Dengan demikian, total subsidi yang akan diberikan pemerintah pada tahun ini mencapai Rp 401,8 triliun dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia ata ICP sebesar US$ 100 per barel.
Ia mengatakan, subsidi pemerintah membuat harga BBM di Indonesia masuk dalam golongan dua terendah di Indonesia. Untuk itu, menurut Nicke, masyarakat perlu berterima kasih dengan lebih hemat dalam menggunakan BBM.
Adapun Pertamina, menurut dia, akan berupaya maksimal agar subsidi yang dialokasikan Pemerintah untuk BBM dan LPG dalam APBN 2022 dapat lebih optimal pemanfaatannya bagi masyarakat yang membutuhkan dan sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan.
“Pertamina akan menjalankan amanah dari pemerintah dengan terus memperkuat tata kelola penyaluran BBM dan LPG agar lebih tetap sasaran, antara lain dengan pendaftaran kendaraan di website MyPertamina,” kata Nicke.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo juga mengapresiasi langkah pemerintah untuk mempercepat pembayaran kompensasi ini. Menurut Darmawan, proses pencairan kompensasi ini biasanya membutuhkan waktu hingga dua tahun.
"Tetapi saat ini bisa dilakukan dalam semester berikutnya. Ini merupakan bukti perbaikan tata kelola dari pemerintah terkait kompensasi," ujar Darmawan.
Darmawan mengatakan, pembayaran kompensasi ini merupakan wujud keberpihakan pemerintah kepada masyarakat. Ini ditunjukkan melalui kebijakan pemerintah yang tidak pernah menyesuaika tarif listrik untuk seluruh golongan tarif pelanggan sejak 2017. Pemerintah menggelontorkan subsidi listrik sebesar Rp 243,3 triliun dan kompensasi sebesar Rp 94,17 triliun sejak tahun 2017 hingga 2021.
"Kami di PLN menjalankan peran dengan mendukung penalangan biaya listrik masyarakat terlebih dahulu. Sehingga listrik tetap bisa tersedia bagi masyarakat," ujar Darmawan.
PLN memastikan bahwa skema penyaluran subsidi maupun kompensasi listrik ini akan terus diperbaiki. Pencocokan data dan akurasi data terus dilakukan PLN agar alokasi subsidi dan kompensasi ini bisa tepat sasaran.
Pemerintah rencananya akan menyesuaikan tarif untuk pelanggan rumah tangga mampu golongan 3.500 VA ke atas mulai 1 Juli. Sementara tarf listrik untuk pelanggan golongan lainnya tak akan naik.
"Sehingga anggaran APBN ke depan dapat terus dialokasikan untuk program-program yang lebih luas asas kemanfaatannya dan berkeadilan sosial," kata Darmawan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Maret 2022 sempat menyebut bahwa pemerintah memiliki utang kepada PT Pertamina dan PLN mencapai Rp 109 triliun. Utang ini merupakan kewajiban pembayaran kompensasi atas penyelenggaraan subsidi energi hingga akhir tahun lalu.
"Inilah yang disebut shock absorber. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengambil seluruh shock yang berasal dari kenaikan harga minyak dan biaya penyediaan listrik," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA edisi Maret, Selasa (28/3)