Nilai tukar rupiah dibuka melemah 11 poin ke level Rp 14.905 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Rupiah melemah karena koreksi data ketenagakerjaan AS tetapi berpotensi menguat didorong oleh data pertumbuhan ekonomi domestik.
Mengutip Bloomberg, rupiah melanjutkan pelemahan dari posisi pembukaan ke level Rp 14.921 pada pukul 09.39 WIB. Ini semakin jauh dari posisi penutupan akhir pekan lalu di Rp 14.894 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya melemah terhadap dolar AS pagi ini. Peso Filipina terkoreksi 0,67% bersama won Korea Selatan 0,43%, dolar Taiwan 0,27%, yen Jepang 0,20%, ringgit Malaysia 0,24%, dolar Singapura 0,07% dan yuan Cina 0,01%. Sebaliknya, rupee India menguat 0,29% bersama baht Thailand 0,14%, sedangkan dolar Hong Kong stagnan.
Nilai tukar diramal bergerak di kisaran Rp 14.850-Rp 14.935 per dolar AS dengan kecenderungan menguat. Hal ini dipengaruhi sentimen fundamental ekonomi domestik yang membaik usai rilis pertumbuhan ekonomi kuartal II pada akhir pekan lalu.
"Pada akhir pekan, BPS merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal 2 2022 sebesar 5,44% didukung oleh konsumsi yang tumbuh meningkat dan membaiknya kinerja ekspor," kata Analis Bank Mandiri Reny Eka Putri dalam risetnya dikutip Senin (8/8).
Pertumbuhan ekonomi Kuartal II tersebut lebih tinggi dari realisasi kuartal I yang sebesar 5,01%. Rilis data pertumbuhan tersebut yang kemudian mendorong rupiah menguat ke bawah 14.900 per dolar AS pada penutupan perdagangan pekan lalu.
Selain data pertumbuhan ekonomi, pasar juga merespons masih tingginya cadangan devisa Indonesia meski tampak menurun pada Juli. Posisi cadangan devisa akhir Juli sebesar US$ 132,2 miliar, terkoreksi US$ 3,2 miliar karena adanya pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan stabilisasi rupiah.
Berbeda dari Reny, analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan tertekan ke arah Rp 14.980 per dolar AS, dengan potensi penguatan di kisaran Rp 14.900 per dolar AS. Pelemahan rupiah merespons rilis data tenaga kerja AS pada Jumat malam.
Penyerapan tenaga kerja baru di AS meningkat pada Juli, tercermin dari angka non farm payroll (NFP) yang naik 528 ribu, di atas perkiraan Dow Jones 258 ribu. Angka pengangguran juga lebih rendah yakni 3,5% dari perkiraan 3,6%.
"Kondisi tenaga kerja AS yang solid ini membalikan ekspektasi resesi di AS dan memberikan ruang bagi Bank Sentral AS, The Fed untuk lebih agresif menaikan suku bunga acuannya," kata Ariston.
Data ketenagakerjaan AS itu akan mendorong dolar AS menguat terhadap mata uang lainnya termasuk rupiah. Namun, Ariston melihat data ekonomi domestik salah satunya pertumbuhan ekonomi kuartal II bisa membantu pelemahan tidak terlalu dalam.