Sri Mulyani Proyeksi Berkah Kenaikan Harga Komoditas Mereda pada 2023

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan keterangan pers usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (8/8/2022).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Lavinda
8/8/2022, 21.19 WIB

Pemerintah meraup tambahan penerimaan negara ratusan triliun dari kenaikan harga komoditas sepanjang tahun ini. Namun, berkah dari tren kenaikan harga komoditas terhadap penerimaan negara alias windfall profit diperkirakan tidak akan berlanjut tahun depan. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, kenaikan harga komoditas telah memberi potensi tambahan penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 279 triliun. Dari sisi kepabeanan dan cukai, diperkirakan akan ada tambahan Rp 48,9 triliun yang berasal dari peningkatan setoran bea keluar.

"Pendapatan negara tahun depan memang ini menjadi salah satu yang perlu kita perhatikan karena tahun ini windfall profit yang berasal dari komoditas sangat tinggi. Namun, ini mungkin tidak akan terulang atau tidak akan setinggi ini untuk tahun depan," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers terkait Sidang Kabinet Paripurna, Senin (8/8).

Harga komoditas tahun depan diperkirakan tidak akan setinggi tahun ini. Harga minyak mentah dunia yang sempat melampaui US$ 100 per barel diperkirakan akan turun ke level US$ 90 per barel tahun depan. 

Harga sejumlah komoditas unggulan ekspor Indonesia juga diperkirakan mulai termoderasi. Harga batu bara yang sempat mencapai US$ 244 per ton, diperkirakan turun ke level US$ 200 per ton. Harga CPO yang sempat naik ke US$ 1.350 per metrik ton, kemudian akan turun ke bawah level US$ 1.000 per metrik ton.

"Ini semuanya harus dipertimbangkan di dalam mengestimasi penerimaan negara tahun depan," kata Sri Mulyani.

Meski demikian, Sri Mulyani belum merinci besaran target pendapatan negara dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023. Angka pastinya baru akan disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang tahunan MPR pekan depan.

Meski demikian, pemerintah bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR pada akhir Juni lalu telah menyepakati target pendapatan negara tahun depan 11,9%-12,24% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan febrio Kacaribu mengatakan, perlambatan pendapatan negara berpotensi mulai terlihat di bulan-bulan menjelang akhir tahun ini. Pasalnya, harga komoditas tampaknya juga sudah mulai turun. Kondisi ini kontras dengan kinerja penerimaan negara yang tumbuh kuat sepanjang tujuh bulan terakhir.

"Kita lihat mungkin akan mulai termoderasi pada bulan-bulan ke depan, walau termoderasi tapi kita tahu itu masih pada level yang cukup tinggi dibandingkan 2021," kata Febrio dalam diskusi dengan wartawan.

Proyeksi windfall profit akan berakhir di tengah kewajiban bagi pemerintah untuk mengembalikan defisit APBN ke bawah 3%. Pemerintah tidak bisa leluasa lagi menerbitkan utang untuk membiayai APBN dan perlu mengefisienkan belanja negara di tengah prospek penerimaan negara yang tidak setinggi tahun ini.

Sri Mulyani mengatakan, Presiden Jokowi dalam sidang kabinat siang tadi kembali menegaskan agar target defisit turun di bawah 3% pada tahun depan. Dalam kesepakatan dengan Banggar DPR, defisit tahun depan ditetapkan 2,61%-2,85% dari PDB. Ini merupakan penurunan signifikan setelah defisit diperbolehkan lebih besar dari 3% selama tiga tahun terakhir.

Namun, asesmen terakhir dari Kemenkeu memperkirakan defisit APBN tahun ini akan berada di 3,92%. Febrio juga sempat menyebut defisit tahun ini kemungkinan bisa lebih rendah dari perkiraan tersebut.

Reporter: Abdul Azis Said