Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini Rp 502,4 triliun. Dana jumbo yang mencapai 16,2% dari total belanja negara itu untuk menjaga inflasi di dalam negeri agar tidak melonjak tinggi.
Anggaran Rp 502,4 T itu diperuntukkan bagi subsidi energi sebesar Rp 208,9 triliun dan kompensasi energi sebesar Rp 293,5 triliun.
Pemerintah sebetulnya tidak berencana menggelontorkan anggaran sebesar itu pada tahun ini. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, pagu subsidi dan kompensasi energi hanya Rp 152,5 triliun. Jumlah itu terdiri atas subsidi energi Rp 134 triliun dan kompensasi energi Rp 18,5 triliun.
Dalam pagu APBN awal itu, asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) hanya sebesar US$ 63 per barel. Harga ICP ini untuk menentukan besaran komponen subsidi dan kompensasi, selain nilai tukar dan volume barang bersubsidi.
ICP dalam APBN 2022 kemudian direvisi seiring harga minyak mentah dunia yang melonjak setelah meletusnya perang Rusia dan Ukraina. Pemerintah pun mengusulkan APBN-perubahan dengan mengubah asumsi ICP menjadi US$ 100 per barel. Usulan ini disetujui Badan Anggaran (Banggar) DPR RI pada 19 Mei lalu. Dengan berubahnya asumsi ICP, anggaran subsidi dan kompensasi membengkak 229% atau bertambah Rp 349,9 triliun menjadi Rp 502,4 triliun.
Tambahan anggaran yang diberikan tersebut terdiri atas tambahan untuk subsidi energi sebesar Rp 74,9 triliun. Dengan demikian pagunya bergerak menjadi Rp 208,9 triliun.
Anggaran kompensasi ditambah Rp 216,1 triliun dari alokasi awal hanya belasan triliun. Ini di luar dari kurang bayar kompensasi kepada Pertamina dan PLN tahun sebelumnya yang mencapai Rp 108,4 triliun. Dengan demikian, total tambahan kompensasi Rp 324,5 triliun.
Dari tambahan anggaran kompensasi tersebut, sebesar Rp 49,5 triliun rencananya di carry-over ke tahun depan. Dengan demikian, tambahan kompensasi yang dibayar untuk tahun ini sebesar Rp 275 triliun. Pagu kompensasi energi untuk 2022 kemudian bergerak dari semula hanya Rp 18,5 triliun menjadi Rp 293,5 triliun.
Rincian alokasi subsidi dan kompensasi energi APBN 2022
Keterangan | Pagu awalAPBN 2022 | APBN-P 2022 | |
Tambahan | Hasil Final | ||
Asumsi ICP | US$ 63/barel | - | US$ 100/barel |
Subsidi Energi | Rp 134 triliun | Rp 74,9 triliun | Rp 208,9 triliun |
Kompensasi Energi | Rp 18,9 triliun | Rp 216,1 triliun | Rp 293,5 triliun |
Kurang bayar kompensasi tahun lalu- carry over kompensasi tahun depan | - | Rp 108,4 triliun- Rp 49,5 triliun | |
Total | Rp 152,5 triliun | Rp 502,4 triliun |
Menteri Keuangan Sri Mulyani pekan lalu menyampaikan kekhawatirannya anggaran tersebut tidak akan cukup lagi. Penyebabnya, kuota BBM bersubsidi Pertalite yang semakin menipis, hanya tersisa 6,2 juta kiloliter pada JUli, dari total kuota 2022 sebanyak 23 juta KL. Menipisnya kuota karena beralihnya konsumen Pertamax ke Pertalite sejak Pertamax mengalami kenaikan sejak April.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga khawatir bila pemerintah menambal terus kuota BBM bersubsidi. "Apakah terus menerus APBN akan kuat (menanggung subsidi dan kompensasi energi)? ini nanti akan dihitung oleh menteri keuangan," kata Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2022, Kamis (18/8).
Kekhawatiran soal anggaran yang tidak cukup ini seiring kuota BBM bersubsidi khususnya pertalite yang menipis. Ekonom INDEF Abra Talattov sebelumnya menyarankan agar pemerintah menambah anggaran alih-alih menaikkan harga energi karena minimnya kuota.
Abra menyebut pemerintah bisa menambah kuota namun hanya untuk Pertalite. Dia menghitung, jika kuota pertalite ditambah menjadi 29 juta kilo liter dari yang disediakan 23,1 juta, maka butuh tambahan anggaran sekitar Rp 100 triliun lagi. Ini berarti anggaran subsidi naik lagi menjadi sekitar Rp 600 triliun.
"Kapasitas dan ruang fiskal kita kalau memang terpaksa menambah kuota itu masih ada, kita lihat kinerja APBN masih surplus sementara belanja juga masih belum signifikan," kata Abra dihubungi Senin (15/8).
Kalaupun akan menambah anggaran, pemerintah harus kembali ke Banggar DPR RI untuk meminta restu. Namun, Ketua Banggar saat ditemui terpisah beberapa hari lalu justru menyarankan kenaikan harga.