Kementerian Keuangan menghitung butuh tambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp 198 triliun pada tahun ini jika pemerintah ingin menahan harga Pertalite dan Solar. Namun, pemerintah hingga kini belum menentukan kebijakan apa yang akan dipilih terkait nasib harga BBM bersubsidi.
"Kalau tidak menaikan harga BBM dan tidak melakukan apa-apa, juga tidak ada pembatasan, maka Rp 502 triliun saja tidak cukup, butuh tambahan lagi," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa (23/8).
Menurut Sri Mulyani, tambahan anggaran sebesar Rp 198 triliun baru menghitung kebutuhan tambahan kuota subsidi untuk BBM jenis pertalite, solar dan minyak tanah. Ini belum termasuk tambahan anggaran untuk subsidi LPG tabung 3 Kg dan listrik.
Bendahara negara itu mengakui, pemerintah kini hanya memiliki tiga pilihan. Pertama, menambah anggaran subsidi dan kompensasi mencapai Rp 700 triliun. Kedua, membatasi penyaluran BBM bersubsidi sehingga tidak semua masyarakat bisa mengakses. Ketiga, menaikan harga BBM bersubsidi.
"Tiga-tiganya enggak enak. APBN jelas akan sangat berat karena anggaran subsidi dana kompensasi itu sudah naik tiga kali lipat tahun ini menjadi Rp 502 triliun, tetapi ternyata masih kurang," kata Sri Mulyani.
Namun, ia mengatakan, belum ada keputusan apapun yang dipilih dari tiga opsi tersebut. Beberapa menteri masih terus melakukan perhitungan terkait berbagai pilihan tersebut, termasuk meminta Pertamina dan PLN untuk ikut melakukan perhitungan.
Ia menyebut pemerintah memperhatikan sejumlah 'rambu-rambu' sebelum menentukan opsi mana yang akan diambil. Pertama, Aspek daya beli masyarakat dinilai menjadi perhatian pemerintah, terutama menjaga daya beli kelompok masyarakat 40% terbawah.
Kedua, pemerintah juga menelaah kapasitas APBN. Anggaran subsidi dan kompensasi tahun ini sudah bengkak mencapai ratusan triliun dan masih tidak cukup. Jika angkanya bertambah maka berisiko menjadi tagihan kompensasi yang digeser ke tahun depan. "Pada 2023 kita sudah ada Pemilu dan segala macam, makanya kita harus melihat APBN secara detail," kata Sri Mulyani.
Ketiga, pemulihan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sudah kuat mencapai 5,44% pada kuartal II, tetapi juga perlu melihat komposisi pemulihan tersebut terutama dari sisi konsumsi. "Masyarakat atas mungkin sudah kuat, tapi yang bawah kurang," kata Sri Mulyani.
Sekalipun pemerintah ingin menambah anggaran, DPR tampaknya sulit memberi restu. Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah sebelumnya mengatakan anggaran subsidi yang mencapai ratusan triliun tersebut banyak dinikmati masyarakat yang mampu.
"Apakah surplus ratusan triliun APBN saat ini juga akan ditambal ke subsidi lagi? Padahal subsidi BBM dan LPG 3 kg tidak tepat sasaran. Apakah itu akan diteruskan? Ini kepentingan siapa sebetulnya mempertahankan subsidi bentuk begini," kata Said saat ditemui di Kompleks DPR RI, Kami (16/8).