IMF Akhirnya Berikan Bailout untuk Sri Lanka Rp 43 Triliun

ANTARA FOTOAdnan Abidi/aww.
Ilustrasi. IMF memperkirakan, ekonomi Sri Lanka terkontraksi 8,7% pada tahun ini. Inflasi juga telah melampaui 60% untuk periode Juli.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
1/9/2022, 13.35 WIB

Dana Moneter Internasional (IMF) dan Sri Lanka telah mencapai kesepakatan untuk pemberian pinjaman sebesar US$ 2,9 miliar setara Rp 43,1 triliun. Dana talangan atau bail out ini bertujuan membantu Sri Lanka bangkit dari krisis ekonomi. 

IMF telah mengirimkan tim untuk mengunjungi ibu kota Sri Lanka, Kolombo selama sembilan hari sejak 24 Agustus. Kunjungan tersebut bertujuan mendiskusikan program reformasi yang diperlukan untuk membantu ekonomi Sri Lanka bangkit dari krisis. 

"Otoritas Sri Lanka dan tim IMF telah mencapai kesepkatan tingkat staf untuk mendukung kebijakan penyesuaian ekonomi dan reformasi," demikian dalam keterangan resmi IMF, Kamis (1/9).

Pinjaman diberikan melalui Fasilitas Perpanjangan Pembiayaan (EFF) yang baru untuk kontrak 48 bulan. Adapun permintaan akses pinjaman sebesar 2,2 miliar Special Drawing Right (SDR) atau setara US$ 2,9 miliar.

Pinjaman ini bertujuan memulihkan stabilitatas makro ekonomi Sri Lanka dan memastikan keberlanjutan utang. Sektor keuangan juga didorong untuk makin stabil, mengurangi kerentanan korupsi, dan membuka potensi pertumbuhan ekonomi Sri Lanka.

Meski demikian, IMF juga menyebut fasilitas penghapusan utang dari kreditur Sri Lanka lainnya dan pembiayaan tambahan dari mitra multilateral diperlukan. Ini untuk memastikan keberlanjutan utang dan menutup kesenjangan pembiayaan. Lembaga juga menyebut penting bagi otoritas untuk mencapi kespeskatan dengan kreditur swasta sebelum IMF masuk dengan kucuran dana.

IMF menyebut, Sri Lanka telah menghadapi krisis akut. Kerentanan meningkat seiring penyangga eksternal yang tidak memadai dan dinamika utang publik yang tidak berkelanjutan.

"Moratorium utang April menyebabkan Sri Lanka gagal memenuhi kewajiban eksternalnya, dan tingkat cadangan devisa yang sangat rendahtelah menghambat impor barang-barang penting, termasuk bahan bakar, yang lebih lanjut menghambat aktivitas ekononi," kata IMF.

IMF memperkirakan, ekonomi Sri Lanka terkontraksi 8,7% pada tahun ini. Inflasi juga telah melampaui 60% untuk periode Juli. Masyarakat miskin dan rentan telah menanggung dampak kenaikan harga lebih berat.

Reporter: Abdul Azis Said