Rupiah Loyo ke 14.935/US$ Imbas Harga BBM Hingga The Fed

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU
Ilustrasi. Rupiah pagi ini melemah terhadap dolar AS bersama mayoritas mata uang asia lainnya.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
7/9/2022, 09.53 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 28 poin ke level Rp 14.913 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Rupiah melemah imbas meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed serta kenaikan harga BBM di dalam negeri.

Mengutip Bloomberg, rupiah melemah ke arah Rp 14.935 pada pukul 09.20 WIB, semakin jauh dari posisi penutupan kemarin Rp 14.885 per dolar AS.

Mayoritas mata uang Asia lainnya melemah terhadap dolar AS. Yen Jepang amblas 0,55%, dolar Singapura 0,18%, dolar Taiwan 0,52%, won Korea Selatan jatuh 1,08%, peso Filipina 0,51%, yuan Cina 0,30%, ringgit Malaysia 0,1% dan baht Thailand 0,4%. Sebaliknya, rupee India berhasil menguat tipis 0,01% sedangkan dolar Hong Kong stagnan.

Analis DCFX Lukman Leong memperkirakan rupiah masih akan tertekan oleh ekspektasi kenaikan bunga The Fed pada pertemuan bulan ini. Rupiah diramal bergerak di rentang Rp 14.835-Rp 14.975 per dolar AS.

"Rupiah akan tertekan oleh dolar AS yang dimana indeks dolar kembali mencatatkan rekor tertinggi baru dalam lebih dari 20 tahun setelah data  PMI sektor jasa yang kuat," kata Lukman dalam risetnya, Rabu (7/9).

Data PMI sektor jasa yang menguatmemicu lonjakan imbal hasil alias yield US Treasury. Data tersebut kemudian mendorong ekspektasi pasar bahwa The Fed masih akan melanjutkan kenaikan bunga acuannya pada pertemuan 20-21 September mendatang.

Namun, ia menyebut rupiah bisa menguat apabila data cadangan devisa dalam negeri yang dirilis siang ini menunjukkan kenaikan. Cadangan devisa Indonesia turun US$ 3,2 miliar pada Juli menjadi US$ 132,2 miliar.

Senada, analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan melemah hari ini akibat kekhawatiran perlambatan ekonomi di Eropa. Ia meramal rupiah melemah ke arah Rp 14.950 dengan potensi penguatan di kisaran Rp 14.880 per dolar AS.

"Penguatan dolar AS dipicu oleh kekhawatiran perlambatan ekonomi Eropa karena ditutupnya jalur pipa gas Rusia yang menjadi sumber energi besar di kawasan Eropa. Ini mendorong pelaku pasar masuk ke aset dolar AS untuk menghindari risiko," kata Ariston dalam risetnya.

Selain itu, sentimen kenaikan bunga The Fed juga masih bertahan di pasar. The Fed diperkirakan masih menaikan bunga  sebesar 50 bps hingga 75 bps pada pertemuan bulan ini untuk menekan inflasi.

Data neraca dagang Cina yang akan dirilis pagi ini mungkin bisa menjadi penggerak pasar yang mendorong penguatan ke rupiah. Jika surplus perdagangan kembali meningkat, menurut dia, ini  mengindikasikan bahwa permintaan barang global masih meningkat. Namun, survei Reuters memperkirakan surplus dagang Cina bulan Agustus menurun seiring ekspor impor yang tumbuh lambat.

"Sementara dari dalam negeri, kenaikan BBM subsidi masih menjadi faktor yang bisa menekan rupiah karena potensi kenaikan inflasi yang bisa melambatkan pertumbuhan ekonomi," kata Ariston.



Reporter: Abdul Azis Said