Tiga bank sentral negara berkembang yakni Cina, Rusia dan Turki memutuskan memangkas suku bunga acuan. Keputusan ini di tengah tren kenaikan suku bunga acuan yang makin agresif.
Cina memangkas suku bunga pinjaman acuan dan menurunkan referensi hipotek dengan margin yang lebih besar pada Senin (22/8). Suku bunga pinjaman satu tahun dipangkas 5 bps menjadi 3,65%, sementara suku bunga lima tahun turun 15 bps menjadi 4,30%.
Penurunan tersebut menyusul aksi bank sentral Cina (PBoC) yang secara mengejutkan menurunkan tingkat fasilitas pinjaman jangka menengah (MLF) sepekan sebelumnya. MLF satu tahun dipangkas 10 bps menjadi 2,75%.
Serangkaian aksi pelonggaran moneter oleh PBoC tersebut di tengah data terbaru yang menunjukkan bahwa ekonomi Cina yang mulai melambat. Pemulihan ekonomi telah kehilangan momentumnya seiring lesunya ekonomi global serta meningkatnya biaya pinjaman di banyak negara maju.
"Kami mengantisipasi dua lagi pemotongan 10 bps pada suku bunga kebijakan PBOC selama sisa tahun ini dan terus memperkirakan penurunan rasio persyaratan cadangan (RRR) pada kuartal berikutnya," kata ekonomi Cina di Capital Economics dikutip dari Reuters, Senin (19/9).
Bukan hanya Cina, negara tetangganya, Rusia juga ikut memangkas suku bunga acuan di tengah ramai-ramai bank sentral dunia memperketat kebijakan moneter. Suku bunga acuannya diturunkan 50 bps menjadi 7,5% pada pertemuan akhir pekan lalu.
Suku bunga acuannya sudah dipangkas sebanyak enam kali sejak awal tahun. Namun, siklus penurunan suku bunga ini tampaknya mendekati babak akhir seiring ekspektasi inflasi meningkat.
Gubernur bank sentral Rusia Elvira Nabiullina menyebut saat ini kondisi telah mendekati akhir siklus pelonggaran sehingga kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan. "Namun, kami juga tidak mengesampingkan penurunan suku bunga," ujarnya dikutip dari Reuters.
Selain itu, bank sentral Turki (TCMB) ikut memangkas suku bunga acuannya 100 bps menjadi 13% pada pertemuan bulan lalu setelah tidak berubah selama tujuh bulan sebelumnya. Langkah ini mengejutkan pasar mengingat penurunan suku bunga dilakukan saat inflasi justru terus memanas.
Pasar sebetulnya terus menyoroti langkah bank sentral mengelola moneternya di tengah intervensi pemerintah. Alasannya, Presiden Erdogan beberapa kali memberi komentar soal suku bunga yang dinilai tidak perlu naik sekalipun inflasi tinggi.
Erdogan bahkan telah menginstruksikan bank sentral memangkas suku bunga sejak tahun lalu. Bank sentral mengejutkan pasar setelah memangkas 200 bps sekaligus pada bulan Oktober tahun lalu di tengah tanda-tanda inflasi yang meningkat.
Langkah tiga bank sentral tersebut, Cina, Rusia dan Turki, memangkas suku bunga justru berkebalikan dengan arah kebijakan mayoritas bank sentral dunia saat ini memperketat moneter. Langkah tersebut diambil seiring inflasi yang diramal lebih tinggi.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan inflasi di negara maju mencapai 6,6% dan di negara berkembang 9,5%. Inflasi masih akan tinggi sampai tahun depan dan baru akan kembali ke level sebelum pandemi pada akhir tahun 2024.
Inflasi di beberapa negara juga meningkat. Amerika Serikat menghadapi lonjakan inflasi tinggi yang masih bertahan di atas 8% secara tahunan sampai dengan bulan lalu. Tidak mengejutkan kemudian bank sentral AS (The Fed) sudah mengerek bunga 225 bps dalam empat pertemuannya terakhir.
Bank sentral terbesar dunia itu juga diramal kembali menaikan 75 bps pada pertemuan bulan ini, beberapa juga memperkirakan kenaikannya bisa mencapai 100 bps.
Eropa yang selama bertahun-tahun menjaga suku bunganya di level negatif kini memasuki era suku bunga tinggi. Suku bunga depositonya dinaikkan 75 bps menjadi 0,75% pada pertemuan awal bulan ini, menyusul kenaikan 50 bps pada pertemuan Juli. Hal ini sejalan dengan inflasi di benua biru tersebut yang masih mencapai di atas 9% pada bulan lalu.