Ekonomi Inggris Resesi, Poundsterling Sudah Anjlok 20% Tahun Ini
Ekonomi Inggris yang nyaris masuk ke jurang resesi mendorong langkah baru pemerintahnya untuk memotong pajak dan meminjam pulihan miliar dolar Amerika Serikat demi menyubsidi melonjaknya biaya energi . Namun, kebijakan ini menimbulkan gejolak di pasar keuangan yang mendorong poundsterling jatuh ke level terendahnya sepanjang masa pada Senin (27/9).
Mengutip CNN Business, poundsterling jatuh lebih dari 5% terhadap dolar AS sejak menteri keuangan Kwasi Kwarteng secara resmi mengumumkan rencana tersebut pada Jumat (23/9) hingga kemarin (27/9). Namun, poundsterling berbalik menguat hari ini 1,32% ke level 1.0830 berdasarkan data Bloomberg hingga pukul 16.00 WIB.
Mata uang Negeri Raja Charles ini telah kehilangan nilainya hingga 20% terhadap dolar AS sepanjang tahun ini. Sebagai perbandingan, euro turun sekitar 15% terhadap dolar selama periode yang sama.
Investor juga berlomba untuk membuang obligasi pemerintah Inggris karena mereka khawatir tentang pinjaman tambahan sebesar £72 miliar atau setara US$ 77 miliar yang jatuh tempo sebelum April. Imbal hasil pada surat utang tenor 5 tahun melonjak dari sekitar 3,6% menjadi lebih dari 4,4% selama dua sesi perdagangan terakhir.
Bank of England mengatakan dalam sebuah pernyataan darurat bahwa mereka terus memantau perkembangan di pasar keuangan dengan sangat dekat. Sementara Departemen Keuangan Inggris mengatakan rencana untuk memastikan keberlanjutan keuangan pemerintah akan dirilis akhir tahun ini.
Kekacauan tidak berakhir di situ. Penurunan poundsterling adalah berita mengerikan bagi ekonomi yang mungkin sebenarnya sudah memasuki resesi. Bank Sentral Inggris sebelumnya mengumumkan ekonomi terbesar kelima dunia ini akan memasuki resesi pada akhir tahun ini dan bertahan hingga tahun depan.
Pelemahan mata uang akan membuat impor barang-barang penting seperti makanan dan bahan bakar menjadi lebih mahal. Itu bisa memperparah inflasi yang sudah mencapai level tertinggi dalam beberapa puluh tahun terakhir dan menciptakan krisis biaya hidup bagi jutaan rumah tangga.
Di sisi lain, Bank Sentral Inggris yang mulai menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi akan mendorong peningkatan pesat biaya pinjaman pemerintah, bisnis, dan rumah tangga. Investor memperkirakan Bank of England perlu menaikkan suku bunga lebih agresif untuk mengendalikan inflasi dan memperkirakan kenaikan suku bunga menjadi sekitar 6% pada musim semi berikutnya.
“Lonjakan ekspektasi suku bunga telah menambah £1.000 per tahun untuk peningkatan hipotek yang akan datang untuk peminjam biasa, sedangkan penurunan poundsterling berarti impor yang lebih mahal yan dapat mendorong inflasi yang lebih tinggi,” kata Bell.
Menurut dia, orang yang tinggal di Inggris akan melihat penurunan standar hidup sebagai akibatnya.
Direktur Pelaksana untuk Eropa di konsultan Eurasia Group Mujtaba Rahman, berpikir bahwa Kwarteng dan Perdana Menteri Liz Truss tidak mungkin berbalik arah meskipun ada reaksi keras dari investor. “Untuk saat ini, mereka akan mencoba keluar dari badai,” kata Rahman.
Bank sentral tidak memberikan indikasi akan menaikkan suku bunga di luar jadwal pertemuan normal. Kepala Strategi Makro Global di TD Securities James Rossiter mengatakan, Bank of England mungkin sedang mendiskusikan opsi ini, tetapi mungkin khawatir hal itu dapat merusak kredibilitas Inggris di kalangan investor asing.
Bank of England hampir pasti harus lebih keras bergerak maju, terutama karena kenaikan suku bunga setengah poin yang diumumkan minggu lalu sekarang terlihat terlalu kecil. Ekonom Allianz Mohamed El-Erian mengatakan kepada BBC bahwa bank sentral harus menaikkan suku bunga stu poin persentase untuk mencoba dan menstabilkan situasi.
Masalah yang lebih mendasar dapat terus memicu volatilitas. Sementara pemerintah Truss ingin meningkatkan permintaan untuk mengatasi resesi musim dingin ini, Bank of England mencoba untuk mendinginkan ekonomi sehingga dapat membatasi kenaikan harga tercepat di antara negara-negara G7.
“Jika pasar masih tidak percaya pada gambaran fiskal, saya tidak yakin bagaimana Bank of England memenangkan ini,” kata Rossite.