Chatib Basri Ramal Singapura Bakal Resesi Tahun Depan

Pixabay
Singapura.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati
19/10/2022, 16.28 WIB

Dampak dari resesi global akan membebani perekonomian negara-negara yang memiliki ketergantungan besar terhadap kinerja ekspor. Karena itu, mantan Menteri Keuangan dan akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Chatib Basri menyebut probabilitas Singapura jatuh ke jurang tahun depan sangat besar.

Berbagai perkiraan menunjukkan perlambatan ekonomi akan terjadi di beberapa pusat ekonomi dunia, seperti Amerika Serikat, Eropa hingga Cina. Kondisi ini akan menimbulkan dampak rambatan ke negara-negara lain terutama yang komposisi dalam perekonomiannya besar.

"Negara seperti Singapura di mana rasio ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 200%, saya jamin Singapura tahun 2023 itu akan resesi," kata Chatib dalam webinar Pusat Penelitian dan Badan Keahlian DPR, Rabu (19/10).

Kondisi yang sama dialami Siangapura pada saat pandemi. Ekonomi Singapura berkontraksi hingga 13% pada kuartal kedua 2020, periode lonjakan Covid-19 meningkat signifikan untuk pertama kalinya. Di Indonesia, saat itu kontraksinya lebih kecil sekitar 5%.

Sebaliknya, situasi ini menjadi keuntungan Indonesia dibandingkan Singapura karena kurang terintegrasi dengan perekonomian global. Porsi ekspor di dalam PDB Indonesia hanya sekitar seperempatnya. "Kalau ditanya apakah itu emang rencana kita? Enggak, kita inginnya seperti Singapura juga," kata Chatib.

Saat perekonomian global lesu, negara yang paling terdampak adalah yang memiliki ketergantungan perdagangan besar terhadap dunia internasional. "Tetapi hal kurang baik yang kita lakukan ini membuat kita sekarang kurang kompetitif Singapura, tetapi justru karena itu kita sekarang beruntung, karena dampak resesi global relatif terbatas," ujarnya.

Namun, perekonomian domestik yang tidak masif terintegrasi dengan lingkungan global bak dua sisi mata uang. Satu sisi, Indonesia untung karena bisa meminimalisir dampak rambatan resesi.

Di sisi sebaliknya, saat dunia pulih, maka Indonesia hanya 'kecipratan' sedikit dibandingkan Singapura. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi Singapura yang mencapai 7,6% pada tahun lalu, dua kali lipat dibandingkan Indonesia.

Indonesia, kata Chatib, juga tertolong oleh pasar domestik yang besar. Negara dengan pasar domestik besar disebut lebih resilien terhadap gejolak global. Karena itu, konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia diharap bisa menopang perekonomian sekaligus mengkompensasi jika ekspor lesu karena efek resesi.

"Negara yang porsi pasar domestiknya besar relatif aman, ini yang tidak terjadi di Singapura yang tidak ada pasar domestiknya, karena memang wilayahnya juga kecil, karena itu mereka sangat bergantung pada ekspor di dalam PDBnya," kata Chatib.

Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut risiko resesi telah meningkat. Dalam laporan terbarunya, perkiraannya akan ada 31 negara yang mengalami resesi teknikal, atau kontraksi dua kuartal beruntun. Negara-negara ini menyumbang lebih dari sepertiga perekonomian dunia.

Reporter: Abdul Azis Said