Pendapatan Negara Nyaris Tembus Rp 2.000 T, APBN Surplus di September

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
Ilustrasi. Surplus APBN hingga September mencapai Rp 60,9 triliun, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 107,4 triliun.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
21/10/2022, 17.03 WIB

Kementerian Keuangan melaporkan realisasi pendapatan negara mencapai Rp 1.974,7 triliun hingga akhir September 2022. Pendapatan negara yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan belanja menyebabkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih mencatatkan surplus meskipun tidak sebesar bulan sebelumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan surplus APBN hingga September mencapai Rp 60,9 triliun, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 107,4 triliun. Ia menyebut, posisi ini lebih baik dibandingkan September tahun lalu yang mencatatkan defisit hingga Rp 400 triliun. Surplus anggaran hingga September  2022  setara 0,33% dari PDB.

"Dalam situasi ini terlihat kenapa kemudian pembiayaan anggaran kita kemudian turun, karena kita dalam posisi yang relatif kuat," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat (21/10). 

Kesiembangan primer juga mencatatkan surplus Rp 339,4 triliun, bahkan lebih besar dibandingkan bulan sebelumnya Rp 301,5 triliun. Surplus jumbo ini merupakan pembalikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencata defisit dalam hingga Rp 198,2 triliun.

Neraca keuangan pemerintah yang masih mencatat surplus tersebut seiring realisasi pendapatan negara yang masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan belanja negara. Pendapatan negara selama sembilan bulan terakhir tumbuh 45,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kinerja moncer pada pendapatan tersebut terutama ditopang oleh penerimaan pajak yang tumbuh mencapai 54,2% mencapai Rp 1.310,5 triliun. Penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh 26,9% dengan realisasi Rp 232,1 triliun serta penerimaan negara bukan pajak yang tumbuh 34,4% sebesar Rp 431,5 triliun.

"Sisi pendapatan menggambarkan bahwa semuanya hijau, positif, tinggi yang menggambarkan pemulihan ekonomi yang cukup baik, serta harga komoditas yang meningkat," kata Sri Mulyani.

Ia menjelaskan, elanja negara juga tumbuh tetapi tidak setinggi pendapatan negara yakni sebesar 5,9% menjadi Rp 1.913,9 triliun. Mayoritas berasal dari belanja pemerintah pusat.

Belanja pemerintah pusat tumbuh 7,6% menjadi Rp 1.361,2 triliun, terutama karena kenaikan pada belanja non-kementerian dan lembaga (K/L), sementara belanja K/L menyusut. Belanja negara berupa transfer ke daerah tumbuh 2% mencapai Rp 552,7 triliun.

"Belanja pemerintah pusat terutama oleh K/L masih terkontraksi terutama yang berhubungan untuk penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN) dan kesehatan juga, namun beberapa kementerian dan lembaga memang masih perlu mengakselerasi belanjanya," kata Sri Mulyani.

Dengan realisasi pendapatan dan belanja tersebut, APBN masih surplus hingga bulan lalu. Dengan demikian, pemerintah juga bisa mengurangi kebutuhan untuk penarikan utang. Hal ini tercermin dari pembiayaan anggaran yang turun 30,9% dibandingkan tahun lalu, menjadi sebesar Rp 429,8 triliun.

Reporter: Abdul Azis Said