Bank Indonesia (BI) memproyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2023 akan menurun dibanding 2022, dengan risiko koreksi yang berpotensi lebih rendah, serta resesi tinggi yang akan terjadi di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, perlambatan ekonomi global dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik yang memicu fragmentasi ekonomi, perdagangan dan investasi. Selain itu, dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif juga menjadi faktor perlambatan ekonomi global.
"Sementara itu, tekanan inflasi dan inflasi inti global masih tinggi, sejalan dengan terus berlanjutnya gangguan rantai pasokan dan keketatan pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa, di tengah pelemahan permintaan global,"kata Perry dalam konferensi pers, Kamis (17/11).
Oleh sebab itu, bank sentral di banyak negara terus memperkuat pengetatan kebijakan moneter yang agresif sebagai respons tekanan inflasi yang tinggi tersebut. Selain itu, kenaikan suku bunga acuan bank bank sentral AS, Fed Funds Rate (FFR) yang diperkirakan hingga awal 2023 dengan siklus lebih panjang mendorong tetap kuatnya mata uang dolar AS. Hal ini memberi tekanan pelemahan nilai tukar di berbagai negara.
"Tekanan pelemahan nilai tukar tersebut semakin meningkat sejalan dengan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Aliran keluar investasi portofolio asing menambah tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia,"katanya.
pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan tetap bias ke atas dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 4,5 - 5,3%. Pertumbuhan ekonomi pada 2023 diprakirakan tetap tinggi didorong oleh permintaan domestik serta kinerja ekspor yang tetap positif di tengah risiko lebih dalamnya perlambatan perekonomian global.
BI Prediksi Ekonomi RI 2023 Tetap Kuat
Kendati pertumbuhan ekonomi global diproyeksi melambat pada 2023, Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Indonesia pada tahun depan tetap tumbuh tinggi, didorong oleh permintaan domestik, serta kinerja ekspor yang tetap positif di tengah risiko lebih dalamnya perlambatan perekonomian global.
"Pada 2022 diprakirakan tetap bias ke atas dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 4,5 - 5,3%. Pertumbuhan ekonomi pada 2023 diprakirakan tetap tinggi," kata Perry.
Dalam hal ini, kinerja ekonomi Indonesia terus menguat pada kuartal III 2022 dengan tumbuh 5,72% secara tahunan atau Year in Year (YoY), lebih tinggi dari prakiraan dan capaian triwulan sebelumnya sebesar 5,45%, ditopang oleh berlanjutnya perbaikan permintaan domestik dan tetap tingginya kinerja ekspor.
Perbaikan ekonomi nasional juga tercermin pada peningkatan pertumbuhan mayoritas lapangan usaha, terutama Industri pengolahan, transportasi dan pergudangan, serta perdagangan besar dan eceran.
Berbagai indikator bulan Oktober 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur mengindikasikan terus berlangsungnya proses pemulihan ekonomi domestik.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diprakirakan tetap kuat, khususnya batu bara, minyak kelapa sawit (CPO), besi, dan baja, serta ekspor jasa, seiring dengan permintaan beberapa mitra dagang utama yang masih kuat didukung kebijakan pemerintah.
Pada kesempatan yang sama, Bank Indonesia mengumumkan menaikkan lagi suku bunga acuan sebesar sebesar 50 bps rapat Rapat Dewan Gubernur (RDG) 16-17 Oktober 2022 menjadi 5,25%. Sebelumnya, dalam RDG Oktober lalu, bank sentral memutuskan BI7DRR naik 50 bps menjadi 4,75%.
Secara akumulasi, BI telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 125 Bps sepanjang tahun ini, dari level 3,5% pada awal 2022. Sejalan dengan suku bunga acuan, suku bunga deposit facility juga naik 50 Bps menjadi 4,5%, dan suku bunga lending facility naik 50 Bps menjadi 6%.