Pendapatan Negara 2022 Tembus Rp 2.600 T, Defisit APBN Hanya 2,38% PDB
Kementerian Keuangan melaporkan Anggaran Pendpatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 mencatatkan defisit lebih rendah dari target yakni Rp 464,3 triliun berdasarkan data realisasi sementara. Kinerja ini ditopang pendapatan negara yang melesat jauh di atas target berkat harga komoditas dan pemulihan ekonomi.
Defisit anggaran tahun lalu setara 2,38% dari Produk Domestik Bruto (PD), jauh lebih kecil dari target dalam Perpes revisi APBN sebesar 4,5% atau Rp 375,9 triliun. Realisaisi tersebut juga jauh lebih kecil dibandingkan tahun 2021 sebesar Rp 775,1 triliun.
"Ini penurunan defisit yang sangat tajam yakni 40%, menunjukkan konsolidasi fiskal yang sangat luar biasa," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers daring, Selasa (3/1).
Keseimbangan primer masih mencatatkan defisit, tetapi juga jauh di bawah target dan realisasi tahun sebelumnya, yakni di Rp 78 triliun. Realisasi defisit keseimbangan primer tahun lalu sudah mendekati level sebelum pandemi yakni Rp 73,1 triliun.
Kinerja moncer defisit yang lebih kecil tersebut tidak lepas dari pendapatan negara yang juga melesat di atas target. Pendapatan negara mencapai Rp 2.626,4 triliun atau 116% dari target, naik 30,6% dibandingkan tahun sebelumnya.
Semua sumber penerimaan negara melampaui target. Penerimaan pajak naik 34,3% dibandingkan 2021 mencapai Rp 1.716,8 triliun atau 115,6% dari target. "Ini menunjukkan dua tahun berturut-turut di atas target, bahkan saat targetnya direvisi naik pun tetap bisa tembus di atasnya," kata Sri Mulyani.
Penerimaan kepabeanan dan cukai juga mencapai 106,3% dari target atau sebesar Rp 317,8 triliun, naik 18% dibandingkan tahun sebelumnya. Penerimana Negara Bukan Pajak (PNBP) juga melesat, mencapai Rp 588,3 triliun atau 122,2% dari target dan tumbuh 28,3%.
Realisasi belanja negara juga naik dari tahun sebelumnya tetapi tidak setinggi kinerja pendapatan. Realisasinya hingga akhir tahun lalu mencapai Rp 3.090,8 triliun atau 99,5% dari target dengan kenaikan 11%.
"Kenaikan ini terutama terjadi pada belanja-belanja untuk perlindungan masyarakat dalam bentuk subsidi dan kompensasi energi, serta bantuan-bantuan," kata Sri Mulyani.
Belanja negara yang tidak terealisasi 100% terutama terjadi pada penyerapan belanja oleh pemerintah pusat. Realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp 2.274,5 triliun atau 98,8% dari pagu. Ini terutama karena realisasi yang rendah pada belanja nonkementerian dan lembaga (K/L).
Di sisi lain, belanja negara kepada daerah mencapai Rp 816,2 triliun atau 101,4% dari pagu yang dianggarkan.
Dengan realisasi defisit yang jauh lebih kecil, Sri Mulyani bisa mengurangi pembiayaan anggara tahun lalu yakni hanya 69,5% dari rencana awal. Realisasi pembiayaan angaran tercatat Rp 583,5 triliun atau turun 33% dibandingkan 2021.