Sri Mulyani Kelola Aset Negara Rp 12.271 T, Mayoritas Aset Tetap
Kementerian Keuangan mencatat, posisi aset negara hingga akhir tahun lalu mencapai Rp12.271 triliun, naik 7,13% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, ekuitas atau kekayaan bersih terus menurun karena peningkatan dari sisi kewajiban yang lebih cepat dibandingkan kenaikan pada aset.
"Kemenkeu sebagai bendahara negara mengelola aset negara yang totalnya Rp 12.271 triliun, yang terdiri dari berbagai bentuk, aset lancar, aset piutang jangka panjang, properti, investasi jangka panjang, aset tetap dan aset lainnya," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (27/3).
Posisi aset negara akhir tahun lalu merupakan yang tertinggi sejak delapan tahun terakhir. Nilainya konsisten naik setiap tahun, dengan kenaikan signifikan pada 2019 yang mencapai 66%. Dalam lima tahun terakhir, nilai aset naik hampir dua kali lipat.
Lebih dari separuh kekayaan negara itu berupa aset tetap dengan nilai mencapai Rp 6.675 triliun, naik 12,24% dibandingkan tahun sebelumnya. Aset tetap ini berupa tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, konstruksi dalam pengerjaan, dan lainnya.
Aset yang nilainya juga besar yakni investasi jangka panjang mencapai Rp 3.772 triliun, hampir sepertiga total aset dan naik 8,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara nilai aset lancar naik 16,4% dibandingkan tahun sebelumnya mencapai Rp 894 triliun. Pemerintah juga memiliki aset properti investasi sebesar Rp 6,41 triliun, yang merupakan jenis aset baru atau belum pernah tercatat ada dalam neraca pemerintah sebelumnya, serta aset lainnya yang turun 28% dibandingkan tahun lalu mencapai Rp 868 triliun.
Aset pemerintah dalam bentuk piutang jangka panjang juga turun 1,3% pada tahun lalu menjadi Rp 53,6 triliun.
Sekalipun posisi aset negara naik, kenaikannya tidak setinggi kewajiban pemerintah pusat sebesar 16% menjadi Rp 8.741 triliun. Dengan demikian, ekuitas atau kekayaan bersih pemerintah pusat menyusut 10% menjadi Rp 3.529 triliun.
Dari sisi pengelolaan APBN, Sri Mulyani mencatat defisit anggaran menyusut tahun lalu menjadi Rp 461 triliun. Hal ini sejalan dengan pendapatan negara yang melesat menjadi Rp 2.635 triliun ditopang harga komoditas dan pemulihan ekonomi, di tengah kenaikan belanja yang mencapai Rp 3.096 triliun.
"APBN sebagai instrumen fiskal dan pembangunan sangat menentukan dari sisi output dan outcome seperti pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, indeks kesejahteraan masyarakat," kata Sri Mulyani.