Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan sudah menjatuhkan hukuman disiplin terhadap 193 pegawainya yang terseret dalam laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2009. Beberapa di antaranya telah ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum (APH).
"Kalau menyangkut pegawai Kemenkeu dan laporan dari PPATK yang menyebutkan pegawai Kemenkeu yang dikirim kepada kami, kami telah menindaklanjuti menggunakan mekanisme UU 5/2014 dan PP 94/2021, terutama di dalam menetapkan hukuman tindakan disiplin adminsitratif terhadap pegawai yang bersangkutan," kata Sri Mulyani dalam rapat dengan Komisi III DPR, Selasa (11/4).
Dari 300 surat PPATK berisi transkasi mencurigakan Rp 349 triliun menyangkut Kemenkeu, sebanyak 200 surat berisi Rp 275 triliun yang dikirimkan langsung ke Kemenkeu. Sisanya, sebanyak 100 surat dikirimkan PPATK ke APH.
Sri Mulyani menyebut, dari 200 surat yang diterima kantornya itu, mayoritas atau sebanyak 186 di antaranya sudah ditindaklanjuti. Dari tindaklanjut itulah yang kemudian berbuah hukuman disiplin kepada 193 pegawai.
Ia mencontohkan, Kemenkeu menerima empat surat dari PPATK sepanjang 2009 yang memuat laporan transaksi debit kredit mencurigakan Rp 1,97 triliun. Keempat surat itu sudah ditindaklanjuti sehingga tiga pegawai dijatuhi hukuman disiplin. Pada 2021, Kemenkeu menerima 21 surat dan telah ditindaklanjuti dengan jatuhnya hukuman disiplin kepada 24 pegawai dan penindaklanjutan satu pegawai oleh aparat penegak hukum.
Di sisi lain, masih ada 14 surat PPATK dari 200 surat sejak 2009 yang belum selesai ditindaklanjuti. Ini diantaranya, terdiri dari dua surat pada 2019, masing-masing tiga surat pada 2020 dan 2021, lima surat pada 2022 dan satu surat pada 2023.
Sri Mulyani dalam rapat sore ini juga kembali menegaskan tak ada perbedaan data antara Kemenkeu dengan Menko Polhukam Mahfud Md dan PPATK. Hal ini menegaskan yang sudah disampaikan Mahfud sehari sebelumnya di kantor PPATK.
Mahfud MD memastikan tak ada perbedaaan soal transaksi mencurigakan terkait pegawai Kementerian Keuangan yang disampaikan dirinya di Komisi III DPR dan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Komisi XI DPR. Mahfud sebelumnya menyebut nilai transaksi mencurigakan pegawai Kemenkeu mencapai Rp 35,5 triliun, sedangkan Sri Mulyani menyebut nilainya hanya Rp 3,3 triliun.
"Terlihat berbeda karena cara klasifikasi dan penyajian data saja yang berbeda. Keseluruhan LHA (laporan hasil analisis) dan LHP (laporan hasil pemeriksaan) mencapai 300 surat dan transaksi agregat Rp 349 triliun," ujar Mahfud dalam Konferensi Pers Bersama Komite Nasional TPPU di Jakarta, Senin (10/4).
Ia menjelaskan, Kemenkopolhukan saat rapat dengan Komisi III DPR mencantumkan semua ttansaksi yang melibatkan pegawai Kemenkeu, baik terkait laporan yang dikirimkan ke Kemenkeu maupun aparat, sedangkan Kemenkeu hanya mencantumkan laporan yang diterimanya, tanpa mencantumkan laporan yang diberikan ke aparat penegak hukum.