BI Tak akan Naikkan Suku Bunga Meski The Fed Masih Kerek Bunga 2 Kali

Youtube/Bank Indonesia
Gubernur BI Perry Warjiyo mempertahankan suku bunga acuan BI di level 5,75% pada Selasa (25/7).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
25/7/2023, 17.51 WIB

Bank Indonesia akan menempuh upaya lain selain kenaikan suku bunga untuk merespons sikap bank sentral AS, The Federal Reserve yang masih hawkish.  Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan, suku bunga di AS masih akan naik dua kali lagi, yakni pada pertemuan besok dan September.

"Strateginya bagaimana? suku bunga kan kita putuskan berdasarkan perkiraan inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Sementara inflasinya rendah, pertumbuhan ekonominya juga cukup baik, sehingga level 5,75% itu pas dan konsisten," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (25/7).

Istilah hawkish digunakan untuk menggambarkan kebijakan moneter yang cenderung kontraktif, seperti menaikkan suku bunga atau mengurangi neraca bank sentral. Sebaliknya, sikap bank sentral berbicara tentang penurunan suku bunga atau meningkatkan pelonggaran kuantitatif untuk merangsang ekonomi diistilahkan dengan dovish.

BI memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga 25 bps pada pertemuan besok, dan 25 bps lagi pada pertemuan September. Dengan demikian, suku bunga kebijakan di AS akan naik menjadi 5,5-5,75%, semakin mendekati level suku bunga BI saat ini di 5,75%.

The Fed pun diperkirakan tidak akan menaikkan suku bunga lagi, tetapi masih akan mempertahankannya. Perry menyebut, tren higher for longer alias suku bunga tinggi di negara-negara maju akan bertahan lebih lama. Meski demikian, ketidakpastian di pasar keuangan global kemungkinan mulai mereda memasuki kuartal terakhir tahun ini.

"Berdasarkan hal itu, kita takar terutama dampak kenaikan suku bunga The Fed ke aliran portofolio asing, sehingga kita rasa tidak perlu pakai jamu suku bunga, cukup dengan stabilitas nilai tukar rupiah," kata Perry.

Istilah 'jamu' tersebut merujuk kepada kebijakan yang ditempuh BI untuk menjaga stabilitas di dalam negeri akibat sikap hawkish The Fed. Menurutnya, jamu yang dimiliki BI bukan hanya suku bunga, tetapi stabilisasi nilai tukar rupiah melalui dua cara, yakni triple intervention alias intervensi tiga lapis serta operasi twist.

Intervensi tiga lapis dilakukan dengan intervensi BI melalui Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), pasar spot, dan penjualan dan pembelian SBN di pasar sekunder. Sementara operasi twist adalah strategi BI menjual SBN jangka pendek untuk mendorong kenaikan imbal hasil atau yield obligasi jangka pendek. Dengan begitu, investor diharapkan tertarik masuk ke dalam negeri.

Seperti diketahui, para pembuat kebijakan The Fed akan mengumumkan keputusan suku bunganya pada Kamis dini hari nanti. Sebagian besar pasar memperkirakan kenaikan suku bunga 25 bps. Akibatnya, nilai tukar negara-negara berkmebang terutama di Asia telah menghadapi peningkatan tekanan dari penguatan dolar AS, termasuk rupiah.

Meski demikian, BI melihat rupiah masih terkendali dan menguat 3,63% secara year-to-date. Kinerja itu lebih baik dibandingkan peso Filipina, rupee India, dan baht Thailand  yang juga menguat masing-masing sebesar 1,78%, 1,11%, dan 0,42%.

"Ke depan, dengan akan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, BI memperkirakan rupiah akan menguat ditopang oleh prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang rendah, imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik, dan dampak positif dari implementasi PP 36/2023 tentang DHE SDA," kata Perry.

Reporter: Abdul Azis Said