Kebijakan hilirisasi yang mencakup larangan ekspor beberapa komoditas mentah akan menyebabkan penerimaan negara dari bea kaluar tahun depan anjlok hingga 11,5%. Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut hilirisasi memberi nilai tambah ke perekonomian.
Adapun target penerimaan dari bea keluar tahun depan turun menjadi Rp 17,5 triliun. "Ini konsekuensi karena memang kita melakukan hilirisasi," ujarnya dalam konferensi pers RAPBN 2024 di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (16/8).
Menurut Sri Mulyani, hilirisasi telah menciptakan nilai tambah bagi ekonomi dalam negeri lebih besar dibandingkan dampak ke penurunan bea keluar. Oleh karena itu, menurut Sri Mulyani, bea keluar tidak lagi menjadi andalan untuk mengerek penerimaan pajak tahun depan.
Dampak penurunan target bea keluar ke penerimaan negara secara keseluruhan relatif terbatas mengingat sumbangannya yang kecil. Target pendapatan negara tahun depan sebesar Rp 2.781,3 triliun, naik 5,5% dari tahun ini.
Setoran pajak diperkirakan masih moncer dengan pertumbuhan 9,3% menjadi Rp 1.986,9 triliun. Penerimaan pajak tersebut didukung reformasi pajak seperti integrasi NIK menjadi NPWP, ekstensifikasi wajib pajak orang kaya hingga pemanfaatan digital forensik.
Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai secara keseluruhan masih naik 7%. Meski bea keluar diramal turun, tetapi bea masuk masih tumbuh hingga 8,1% menjadi Rp 57,4 triliun dan penerimaan cukai yang akan tumbuh 8,3% menjadi Rp 246,1 triliun.
Di sisi lain, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diperkirakan kembali turun 8,3% karena tren penurunan harga komoditas. Setoran PNBP ke negara tahun depan ditargetkan sebesar Rp 473 triliun.
"Kami akan optimalkam BUMN dari sisi penyetoran dividen, inovasi dan dan kualitas layanan Kementerian dan Lembaga (K/L) yang memiliki BLU, termasuk kepolisian melalui pembuatan SIM dan STNK, dan penggunaan perluasan IT dan pengawasan kepatuhan dari wajib bayar PNBP," kata Sri Mulyani.