Momentum pemilihan umum atau Pemilu pada 2024 mendatang, diprediksi akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, inflasi, hingga investasi Indonesia.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menilai hadirnya tahun politik itu akan mendorong kenaikan inflasi, meski lonjakan itu tidak akan terlalu besar. Kondisi itu dipicu oleh pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat.
"Kalau saya liat biasanya inflasi tidak terlampau besar ya di tahun politik. Kita lihat 2014, 2019, 2024 itu tidak akan terlalu besar, karena di tahun politik pertumbuhan ekonominya cenderung agak slow down," kata Asmo kepada wartawan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (9/9).
Menurut Andry, konsumsi masyarakat akan terjaga stabil di kisaran 5%. Justru hal yang harus diwaspadai oleh pemerintah adalah penurunan investasi. Pasalnya, pada tahun politik biasanya investor cenderung menunggu dan melihat atau wait and see untuk berinvestasi.
"Jadi memang PR pemerintah pusat dan pemerintah daerah bagaimana kita tetap menjaga. Paling tidak kita bisa dapatkan pertumbuhan investasi yang memang relatif lebih terjaga stabil," katanya.
Asmo menjelaskan, pada pemilu 2009, setahun sebelumnya terjadi krisis finansial global. Di mana pada tahun tersebut inflasi tidak melonjak tajam.
Kemudian 2014, setahun sebelumnya terjadi taper tantrum serta pada pemilu 2019 setahun sebelumnya terjadi perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat (AS).
Sebagai informasi, taper tantrum adalah suatu keadaan gejolak ekonomi ketika bank sentral Amerika serikat memperketat kebijakan moneternya
"2024, 2023 kondisi ekonominya seperti ini. Memang tantangannya adalah bagaimana membuat investasi itu tetap bisa tumbuh, tidak turun misalnya. Seperti pola pola yang kita temui di tahun pemilu-pemilu sebelumnya" kata Andry.