Belanja Negara Masih Seret, APBN Cetak Surplus Rp 147,2 T per Agustus
Kementerian Keuangan mencatat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hingga Agustus 2023 kembali mencetak surplus mencapai Rp 147,2 triliun. Surplus jumbo pada APBN seiring realisasi pendapatan negara yang sudah mencapai Rp 1.821,9 triliun atau 74% dari target, di tengah realisasi belanja negara yang baru mencapai 54,7% dari target atau Rp 1.674,7 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pendapatan negara hingga Agustus 2023 tumbuh 3,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sedangkan belanja negara hanya naik 1,1% secara tahunan.
"APBN hingga akhir Agustus 2023 masih mencatatkan surplus Rp 147,2 triliun atau 0,7% dari PDB. Dari sisi keseimbangan primer, kita juga surplus Rp 441,2 triliun," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (20/9).
Ia menjelaskan, penerimaan pajak masih tumbuh 6,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu mencapai Rp 1.246,9 triliun. Namun demikian, pertumbuhan penerimaan pajak secara tahunan pada Agustus merupakan yang terendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya tahun ini. Penerimaan pajak sempat tumbuh mencapai 48,6% pada Januari 2023 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Adapun pertumbuhan penerimaan pajak pada bulan lalu, terutama ditopang oleh penerimaan pajak penghasilan atau PPh Nonmigas yang tumbuh 7,06% menjadi Rp 708,23 triliun, serta pajak pertambahan nilai atau PPN dan pajak penjualan barang mewah atau PPnBM yang naik 8,14% secara tahunan mencapai Rp 447,58 triliun. Sementara itu, pajak penghasilan atau PPh migas turun 10,58% menjadi Rp 49,1 triliun, demikian pula pajak bumi bangunan atau PBB dan pajak lainnya turun 12,01% menjadi 49,51 triliun.
Sri Mulyani juga mencatat, penerimaan bea dan cukai turun pada Agustus 2023 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penerimaan bea keluar anjlok 80,3% menjadi Rp 6,8 triliun, cukai turun 5,8% menjadi Rp 126,8 triliun, hanya penerimaan bea masuk yang masih naik 3% menjadi Rp 28,4 triliun.
Selain itu, penerimaan negara bukan pajak atau PNBP juga masih tumbuh 4,3% menjadi Rp 402,8 triliun.
Di sisi lain, realisasi belanja negara yang lebih rendah dipengaruhi oleh belanja pemerintah pusat yang baru mencapai 52,1% dari pagu atau Rp 1.170,8 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah 0,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Realisasi belanja pemerintah pusat yang masih rendah, terutama terjadi pada belanja non Kementerian/Lembaga yang baru mencapai 47,3% dari pagu atau Rp 589,1 triliun. Sementara realisasi belanja K/L mencapai Rp 581,6 triliun atau 58,1% dari pagu.
Adapun belanja belanja K/L ini termasuk untuk berbagai program-program prioritas nasional seperti bantuan sosial, persiapan pemilu, dan juga pembangunan IKN. Belanja non-K/L ini adalah untuk membayar subsidi kompensasi terutama untuk BBM, listrik. LPG dan juga untuk program kartu pra kerja, subsidi pupuk termasuk untuk belanja pensiun.