BI Tahan Suku Bunga 5,75% Meski Ramal The Fed akan Naikkan Bunga

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.
Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya pada rapat bulan depan.
Penulis: Zahwa Madjid
Editor: Agustiyanti
21/9/2023, 14.25 WIB

Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75%, seiring inflasi yang semakin melandai dan nilai tukar rupiah yang terjaga. Kebijakan BI sejalan dengan keputusan Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve yang mempertahankan suku bunga acuannya pada Rabu (20/9) waktu setempat. Namun, BI memperkirakan The Fed masih akan menaikkan suku bunganya. 

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 20-21 September 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI seven days reverse repo rate sebesar 5,75%," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur, Kamis (21/9). 

BI memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%, suku bunga deposit facility sebesar 5% dan suku bunga lending facility sebesar 6,5%. 

Bank sentral mempertahankan suku bunga acuannya sepanjang tahun ini meski bank sentral AS, The Federal Reserve terus menaikkan suku bunga. Namun, keputusan BI pada bulan ini sejalan dengan The Fed yang juga memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya sebesar 5,25% hingga 5,5% pada bulan ini. 

"Namun, kami melihat Fed Fund Rate masih akan naik pada November. Akibatnya, tekanan aliran modal asing amsih akan tinggi memerlukan respons kebijakan, termasuk juga di Indonesia," ujar Perry. 

Adapun Perry mengatakan, keputusan BI mempertahankan suku bunga ini merupakan konsistensi kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali pada kisaran 2%-4% pada akhir 2023 dan menurun menjadi 1,5%-3,5% pada 2024. Menurut dia, fokus kebijakan moneter BI tetap diarahkan pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah sebagai langkah antisipasi dan mitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.

"Sementara itu, kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit pembiayaan perbankan kepada dunia usaha melalui kebijakan insentif makroprudensial dengan fokus hilirisasi perumahan, kebijakan inklusif dan hijau," kata dia. 

Kebijakan digitalisasi sistem pembayaran, menurut dia, juga akan terus diakselerasi untuk memperkuat inklusi keuangan digital. BI, menurut dia, juga terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.  

Adapun bauran kebijakan BI, sebagai berikut:

  1. Stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas dengan fokus pada transaksi spot dan domestic non-deliverable forward atau DNDF.
  2. Implementasi penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) untuk memperkuat upaya pendalaman pasar uang, mendukung upaya menarik portfolio inflows, serta untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying;
  3. Pendalaman kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit UMKM 
  4. Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran, dengan:
  • Memperluas akseptasi QRIS
  • Meningkatkan monitoring atas implementasi kebijakan QRIS baik untuk tarik tunai, transfer, dan setor, maupun Merchant Discount Rate (MDR) QRIS untuk usaha mikro
  • Memperkuat implementasi Kartu Kredit Indonesia (KKI) segmen pemerintah, khususnya KKI Pemda, melalui koordinasi dengan Kementerian Dalam Neger
  • Perluasan kerja sama dengan sejumlah bank sentral untuk penggunaan Local Currency Transaction (LCT) dalam perdagangan, investasi, pasar keuangan, dan perbankan, serta transaksi pembayaran antarnegara, dengan dukungan Satuan Tugas Nasional LCT.

BI juga memperkirakan ketidakpastian perekonomian global tetap tinggi. Namun demikian, Bank Sentral memperkirakan, ekonomi global 2023  tetap tumbuh sebesar 2,7% pada tahun ini dengan kecenderungan ekonomi Tiongkok yang melambat dan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang semakin kuat. 

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap kuat ditopang oleh permintaan domestik. Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh kuat sejalan dengan keyakinan masyarakat yang masih tinggi, termasuk generasi muda yang meningkatkan konsumsi jasa. Kinerja investasi tetap baik sejalan dengan berlanjutnya penyelesaian Proyek Strategis Nasional. Sementara itu, ekspor melambat seiring pelemahan permintaan global dan turunnya harga komoditas, di tengah ekspor jasa yang cukup kuat.

"Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2023 berada dalam kisaran proyeksi pada 4,5-5,3%," kata dia.