Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali melemah 0,10% ke level Rp 15.831 per dolar Amerika Serikat pada awal perdagangan Jumat (20/10). Para analis memprediksikan pelemahan rupiah akan berlanjut.
Analis pasar uang Lukman Leong mengatakan rupiah akan melemah di tengah sentimen risk off pasar setelah pernyataan hawkish dari pejabat bank sentral AS, The Federal Reserve alias The Fed. Mata uang Garuda diperkirakan bergerak di kisaran Rp 15.800 sampai Rp 15.900 per dolar AS.
Risk off adalah kondisi ketika investor menarik modalnya dari aset berisiko tinggi ke rendah, untuk mengurangi kerugian. Lalu, hawkish merupakan istilah sinyal yang biasanya kontradiktif atau berlawanan dengan ekspektasi pasar. Dalam bidang moneter sinyal ini dapat berupa aksi bank sentral menaikkan suku bunga.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra berpendapat rupiah masih berpotensi melemah terhadap dolar AS hari ini karena indikasi kebijakan suku bunga tinggi Bank Sentral AS. “Dolar AS juga masih terlihat menguat terhadap mata uang regional pagi ini,” ucapnya.
Semalam, Gubernur The Fed Jerome Powell memberikan sinyal kebijakan suku bunga tinggi masih diperlukan untuk menurunkan inflasi negaranya ke level 2%. Ia memberikan indikasi, bank sentral tidak terburu-buru menaikan suku bunga acuan karena tingkat imbal hasil obligasi yang tinggi di AS sudah membantu meredam inflasi.
Selain itu, ketegangan di Timur Tengah yang masih berlangsung juga menjadi kekhawatiran pasar. Para investor berlomba-lomba masuk ke aset yang lebih aman, seperti emas dan dolar AS.
Di sisi lain, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 25 basis poin menjadi 6% membantu meredam pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Pelemahannya langsung berkurang pasca pengumuman bank sentral pada Rabu lalu.
Kebijakan tersebut mampu meredam penguatan dolar AS hingga hari ini. Ariston memperkirakan pelemahannya tertahan di bawah Rp 15.850 per dolar AS, dengan potensi support di sekitar Rp 15.780 per dolar AS.