Sri Mulyani Soroti Lonjakan Harga Beras dari Rp 12.000 ke Rp 14.000

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan paparan dalam konferensi pers APBN KiTa di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Lavinda
25/10/2023, 19.25 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti harga beras yang melonjak drastis sepanjang tahun ini, dari kisaran Rp 12.000 per liter ke level Rp 14.000 per liter.

Bendahara Negara menjelaskan harga beras di seluruh dunia meningkat, termasuk di Indonesia, karena faktor iklim yang ekstrem berupa el nino. Selain itu, kenaikan harga komoditas pangan juga dipengaruhi faktor kondisi keuangan negara maju, dan ketegangan situasi geopolitik.

"Pemerintah akan terus melihat dan merespons. Untuk beras ini ada dari sisi pasokan, yaitu faktor iklim yang mempengaruhi panen," kata Sri Mulyani.

Dengan kondisi tersebut, pemerintah akan tetap memastikan pasokan beras di Indonesia memadai, termasuk jika hal itu perlu dipenuhi dengan strategi mengimpor beras untuk menjaga pasokan dalam negeri.

Hal yang menjadi tantangan, kelompok masyarakat rentan dan masyarakat miskin berpotensi mengalami tekanan dengan kenaikan harga pangan. Untuk itu, akan berupaya menjaga daya beli masyarakat dengan memberi bantuan untuk dua kelompok masyarakat tersebut.

"Dengan harga beras tinggi, maka daya beli masyarakat menurun. Ini yang jadi perhatian pemerintah, bahwa kami perlu membantu kelompok masyarakat yang daya belinya tergerus akibat kenaikan harga beras," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (25/10).

Sri Mulyani menemukan pasokan beras telah menjadi tantangan secara global. Hal tersebut menjadi tantangan lantaran strategi pemenuhan pasokan beras di dalam negeri adalah impor beras.

Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi padi sepanjang 2023 akan susut 1,12 juta ton atau 2,05% secara tahunan menjadi 53,62 juta ton. Penurunan volume produksi terbesar diperkirakan terjadi di Sulawesi Selatan atau sejumlah 417.072 ton menjadi 4,94 juta ton.

Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan harga beras berkontribusi pada inflasi kelompok pangan volatil. Bendahara Negara memaparkan inflasi pangan volatil konsisten susut pada Februari-Juli 2023 mendekati 0%.

Akan tetapi, inflasi pangan volatil melonjak pada Agustus 2023 dan menjadi 3,6% pada September 2023. Pada saat yang sama, Indeks Harga Konsumen per September mencapai 2,3 poin.

"Ini kami lihat sebagai suatu tantangan, di mana rumah tangga masyarakat miskin akan mengalami tekanan dengan kenaikan harga makanan," katanya.

Sebelumnya, BPS menyatakan harga beras terus naik hingga mencetak rekor tertinggi sejak 2018. Badan Pusat Statistik mencatat inflasi beras September 2023 mencapai 5,61% secara bulanan, tertinggi sejak Februari 2018.

Kenaikan harga beras tersebut berdampak pada inflasi September 2023 yang mencapai 0,19%. Kontribusi harga beras ke inflasi mencapai 0,18%.

Sementara itu, harga beras eceran mencapai Rp 13.799 per kg. harga tersebut naik 5,61% secara bulanan atau 18,44% secara tahunan.

"Di beberapa negara penghasil utama beras dunia, seperti Thailand, Vietnam, dan India, sudah mulai terjadi penurunan produksi yang beras," kata Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers virtual, Senin (2/10).

Reporter: Andi M. Arief