Bos BI Waspadai 5 Gejolak Global dari Inflasi hingga Pelemahan Rupiah

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.
Presiden Joko Widodo (tengah) berjalan bersama Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kiri) dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan) menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2023 di kantor BI, Jakarta, Rabu (29/11/2023). PTBI 2023 digelar dengan mengusung tema Sinergi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Ekonomi Nasional.
30/11/2023, 04.21 WIB

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo membeberkan lima gejolak global yang akan membayangi ekonomi Indonesia pada 2024. Hal ini dipicu ketegangan geopolitik yang terjadi oleh perang Rusia dan Ukraina, perang dagang China dan Amerika Serikat, serta konflik antara Israel dan Palestina.

"Fragmentasi geopolitik berdampak pada prospek ekonomi global yang akan meredup pada tahun 2024 sebelum mulai bersinar kembali pada tahun 2025," kata Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Jakarta, Rabu malam (29/11).

Pertama, gejolak yang berasal dari redupnya ekonomi global yang diproyeksi hanya tumbuh di level 2,8% pada 2024. Namun setelah itu, ekonomi global diperkirakan akan kembali meningkat di 2025.

Kedua, penurunan inflasi yang lambat, walaupun pengetatan moneter agresif diterapkan di negara maju. Menurut Perry, baik harga pangan dan global masih akan meningkat, ditambah dengan adanya pengetatan pasar tenaga kerja.

"Inflasi masih di atas target karena harga energi pangan global dan keketatan pasar tenaga kerja," kata Perry.

Ketiga, tren suku bunga tinggi masih akan terjadi di dalam beberapa waktu ke depan. Seperti suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat The Fed yang akan memberi tekanan pada pasar keuangan di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Keempat, dolar AS masih kuat yang mengakibatkan pelemahan nilai tukar di seluruh dunia, termasuk Rupiah. Sehingga, masyarakat lebih banyak memilih uang tunai ketimbang aset investasi lain atau cash is the king.

"Kelima cash is the king, pelarian modal dalam jumlah besar dari emerging market ke negara maju sebagian besar Amerika. Karena tingginya suku bunga dan kuatnya dolar," katanya.

Kelima gejolak tersebut, menurut Perry, perlu diantisipasi dengan bauran kebijakan yang tepat untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi Indonesia.

"Kelima gejolak global tersebut berdampak negatif ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Kita perlu waspada dan antisipasi dengan respons kebijakan yang tepat untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional yang telah susah payah kita bangun," ujarnya.

Di tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat dengan ketidakpastian yang tinggi, ekonomi Indonesia tetap solid dan terus menunjukkan prospek yang baik. BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi dapat mencapai kisaran 4,7%-5,5% pada 2024 dan akan meningkat 4,8-5,6% pada 2025.

Menurut Perry, inflasi akan tetap terkendali dalam rentang sasaran 2,5% plus minus 1% pada 2024 dan 2025. Hal ini didukung konsistensi kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

"Stabilitas eksternal dan sistem keuangan tetap terjaga, dan digitalisasi juga terus berkembang pesat," terang Perry.

Di sisi lain, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap mendukung stabilitas eksternal sejalan dengan prakiraan defisit transaksi berjalan yang terjaga rendah pada kisaran defisit 0,1% sampai dengan defisit 0,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2024 dan defisit 0,5% sampai dengan defisit 1,3% dari PDB pada 2025.

Sementara itu, kredit atau pembiayaan perbankan juga terus melanjutkan perbaikan dan diprakirakan akan tumbuh lebih tinggi. BI memperkirakan pertumbuhan kredit akan berada pada kisaran 10%-12% pada 2024, dan 11%-13% pada 2025.

"Kinerja transaksi ekonomi dan keuanga digital tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal," ujar Perry.

Kemudian nilai transaksi digital banking akan tumbuh 23,2% pada 2024 hingga mencapai Rp 71.584 triliun, dan tumbuh 18,8% pada 2025 menjadi Rp 85.044 triliun. Transaksi e-commerce juga akan terus tumbuh 2,8% menjadi Rp 487 triliun pada 2024 dan 3,3% menjadi Rp 503 triliun pada 2025.

Reporter: Zahwa Madjid