Ganjar Targetkan Rasio Belanja Militer 2% dari PDB, Berapa Saat Ini?

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo menyampaikan pandangannya saat debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat kali ini bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri.
8/1/2024, 08.30 WIB

Calon Presiden (Capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo menyatakan, Indonesia perlu meningkatkan rasio anggaran pertahanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di kisaran 1%-2%.

Dengan rasio anggaran militer tersebut, ganjar menilai Indonesia bisa mempunyai teknologi pertahanan "sakti" seperti rudal hipersonik hingga senjata siber.

"Kita harus pake 5.0 dengan teknologi sakti, dengan rudal hipersonik, senjata siber, sensor kuatum dan sistem senjata otonom. Dan itu bisa dilakukan kalau anggaran Kemenhan 1%-2% dari PDB," kata Ganjar dalam Debat Ketiga Capres di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1).

Menurut Ganjar, Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semester (Sishankamrata) juga harus diperkuat. Sehingga, sistem pertahanan ini harus berlapis dan menjadi benteng pertahanan nusantara sebagai satu kesatuan.

Salah satunya, dengan melakukan gelar pasukan juga karena Ibu Kota Nusantara (IKN) yang nantinya akan menjadi pusat gravitasi baru di dunia. Selain itu, untuk mengantisipasi dampak ketegangan politik antara Amerika Serikat dan Cina.

Lalu, berapa rasio belanja militer terhadap PDB di Era SBY dan Jokowi?

Seperti diketahui, periode pertama Presiden Joko Widodo (2015-2019) mencatatkan belanja militer atau anggaran pertahanan nasional pada rentang Rp 98 triliun—Rp 117 triliun per tahun.

Kemudian pada periode kedua Jokowi (2020-2024) angkanya naik di kisaran Rp 125 triliun—Rp 150 triliun per tahun.

Sedangkan periode pertama pemerintahan SBY (2005-2009), belanja militer atau anggaran pertahanan nasional hanya berkisar Rp 9 triliun—Rp 30 triliun per tahun. Nilai ini jauh lebih kecil dari realisasi belanja militer era Jokowi. 

Kemudian pada periode kedua SBY (2010-2014) anggarannya mulai naik di kisaran Rp 17 triliun—Rp 87 triliun per tahun. Nilainya pun meningkat lagi setelah Jokowi menjabat.

Meski anggaran pertahanan era Jokowi lebih tinggi ketimbang SBY, tapi rasionya terhadap produk domestik bruto (PDB) tak berubah signifikan, masih tetap di bawah 1%. Ini sebagai strategi pemerintah agar alokasi anggaran pemerintah tetap solid. 

Adapun rasio anggaran pertahanan atau belanja militer terhadap PDB era SBY berkisar 0,2%—0,9% per tahun, sedangkan era Jokowi 0,7—0,9% per tahun. Dengan begitu, rasio anggaran pertahanan dalam 20 tahun terakhir tetap dijaga di bawah 1%. 

Berikut rinciannya:

Era Presiden SBY

  • 2005: rasio anggaran pertahanan 0,79% dari total PDB
  • 2006: 0,73%
  • 2007: 0,78%
  • 2008: 0,18%
  • 2009: 0,23%
  • 2010: 0,25%
  • 2011: 0,65%
  • 2012: 0,71%
  • 2013: 0,92%
  • 2014: 0,81%

Era Presiden Jokowi

  • 2015: rasio anggaran pertahanan 0,92% dari total PDB
  • 2016: 0,79%
  • 2017: 0,86%
  • 2018: 0,72%
  • 2019: 0,73%
  • 2020: 0,89%
  • 2021: 0,74%
  • 2022: 0,77%
  • 2023: data PDB belum tersedia
  • 2024: data PDB belum tersedia

Reporter: Ferrika Lukmana Sari